Minggu, Juli 04, 2010

GAGAL GINJAL KRONIS

KONSEP GAGAL GINJAL KRONIS
DEFINISI
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min.
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
5. PATOFISIOLOGI & PATHWAYS
1. Patofisiologi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :a. Penurunan cadangan ginjal; Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsib. Insufisiensi ginjal; Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medisc. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir; Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal.
4. MANIFESTASI KLINIK
1. Kardiovaskuler Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis Pitting edema (kaki, tangan, sacrum) Edema periorbital Friction rub pericardial Pembesaran vena leher
2. Dermatologi Warna kulit abu-abu mengkilat Kulit kering bersisik Pruritus Ekimosis Kuku tipis dan rapuh Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner Krekels Sputum kental dan liat Nafas dangkal Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal Anoreksia, mual, muntah, cegukan Nafas berbau ammonia Ulserasi dan perdarahan mulut Konstipasi dan diare Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi Tidak mampu konsentrasi Kelemahan dan keletihan Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran Disorientasi Kejang Rasa panas pada telapak kaki Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal Kram otot Kekuatan otot hilang Kelemahan pada tungkai Fraktur tulang Foot drop.
7. Reproduktif Amenore Atrofi testikuler.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratoriumo Laboratorium darah :BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin) o Pemeriksaan UrinWarna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKGUntuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USGMenilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia. 3. Dialisis 4. Transplantasi ginjal
KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang

MANIFESTASI ORAL PADA GAGAL GINJAL KRONIS
1.Pembengkakan gingiva
Pembengkakan gingiva dikarenakan terapi obat adalah manifestasi oral pada penyakit ginjal yang paling sering dilaporkan. Ini dapat disebabkan oleh siklosporin dan atau penghambat calcium channel. Hal ini terutama mempengaruhi papila interdental labia, walaupun dapat juga menjadi lebih luas, meliputi margo gingiva dan lingua serta permukaan palatum.
1.. Pembengkakan Gingiva disebabkan siklosporin
Prevalensi pembengkakan gingiva pada pasien yang meminum siklosporin masih belum jelas, dari 6 sampai 85%. Hal ini dapat tampak 3 bulan setelah permulaan penggunaan siklosporin. Usia anak-anak dan remaja lebih rentan terjadi penyakit ini dibanding pada dewasa. Bila kebersihan mulut jelek, usia lebih tua dapat rentan mendapat penyakit ini juga.
Perbaikan kebersihan mulut dapat mengurangi kejadian penyakit ini. Tetapi, ini lebih dikarenakan pengurangan plak yang terkait proses inflamasi, dibandingkan pelebaran gingiva karena penggunaan siklosporin ini sendiri. Ada beberapa laporan yang masih bertentangan pada hubungan pembengkakan gingiva dengan dosis siklosporin, tapi luas pembengkakan gingiva tampaknya tidak berhubungan dengan fungsi cangkok ginjal.
Pengawasan secara teratur penyakit ini penting, karena karsinoma sel skuamosa dan sarkoma Kaposi dilaporkan didapatkan pada penyakit pembengkakan gingiva seperti ini.
1. Pembengkakan gingiva disebabkan obat penghambat saluran kalsium.
Penghambat saluran kalsium digunakan oleh para pasien resipien cangkok ginjal untuk mengurangi hipertensi dan efek nefrotoksik yang disebabkan siklosporin. Dilaporkan penggunaan berbagai jenis obat ini, di antaranya, nifedipin, amilodipin.,diltiazem, verapamil, oksidipin, felodipin, nitrendipin, menyebabkan pembengkakan gingiva. Dilaporkan, prevalensi kejadian pembengkakan gingiva, disebabkan nifedipin bervariasi antara 10-83% pasien yang dirawat. Belum ada data mengenai prevalensi pada obat yang lain.
Adanya plak gigi dapat menjadi prediposisi pembengkakan gingiva karena nifedipin, tapi tidak begitu penting untuk perkembangan selanjutnya. Dosis dan durasi penggunaan tidak berhubungan dengan prevalensi pembengkakan gingiva. Beberapa penelitian menunjukkan pengurangan kejadian pembengkakan gingiva setelah adanya penggantian dengan Obat Penghambat Saluran Kalsium yang lain, tapi obat-obat ini juga masih tetap dapat menyebabkan pembengkakan gingiva.
1. Kombinasi terapi siklosporin dan penghambat saluran kalsium
Ada peningkatan kejadian dan keparahan pembengkakan gingiva ketika siklosporin dan obat penghambat saluran kalsium digunakan bersama. Sebaliknya, kombinasi verapamil dangan siklosporin tampaknya tidak meningkatkan frekuensi atau keparahan pembengkakan gingiva secara signifikan.
1. Takrolismus
Takrolismus dilaporkan dapat menyebabkan atau juga mengurangi pembengkakan gingiva, walaupun pada penelitian terbaru pada anak dengan cangkok ginjal, 41 % pasien yang memakai siklosporin mengalami pembengkakan gingiva, mayoritas mereka yang menerima takrolismus tidak memiliki penyakit ini. Pembengkakan gingiva karena siklosporin dapat berkurang atau sembuh ketika siklosporin digantikan dengan takrolismus.
1. Perubahan gingiva yang lain
Gingiva pada pasien GGK dapat menjadi pucat karena anemia, dengan kemungkinan hilangnya garis pertemuan mukogingiva, dan kalau ada kelainan trombosit, gingiva dapat menjadi mudah berdarah.
2. Kebersihan mulut dan penyakit periodontal
Kebersihan mulut pada pasien yang menggunakan hemodialisis dapat menjadi jelek. Contohnya, hanya 15% -45% pasien dengan hemodialisis pada 4 pusat kesehatan di Virginia yang memliki tingkat kebersihan mulut yang baik. Deposit kalkulus dapat meningkat.
Tidak ada bukti yang cukup kuat mengenai peningkatan risiko periodontitis, walaupun tanggal gigi lebih awal juga telah dilaporkan, osteomielitis supuratif terlokalisasi , sekunder dari periodontitis, telah ditemukan pada satu pasien penerima hemodialisis.
3.Xerostomia
Gejala xerostomia dapat muncul pada banyak pasien yang menggunakan hemodialisis. Penyebab yang mungkin meliputi intake cairan yang terbatas, efek samping terapi obat, dan atau pernapasan menggunakan mulut. Xerostomia yang lama dapat menjadi predisposisi timbulnya karies dan peradangan gingiva dan dapat menyebabkan kesulitan bicara, retensi dental, mastikasi, disfagi, luka pada mulut, dan hilang rasa.
Xerostomia juga menjadi predisposisi terjadinya karies dan kejadian infeksi, seperti kandidosis dan sialadenitis supuratif akut.
4.Bau mulut
Pasien uremia dapat memiliki bau mulut seperti amonia, yang juga terjadi pada sepertiga pasien yang menerima hemodialisis. Gagal ginjal kronis dapat menyebabkan sensasi rasa yang berubah, dan beberapa pasien mengeluhkan rasa tidak enak atau seperti logam, dan juga sensasi pembesaran lidah.
5.Lesi mukosa mulut
Beragam jenis lesi mukosa mulut, terutama bercak putih dan atau ulserasi, telah didapatkan pada pasien-pasien penerima hemodialisis dan cangkok ginjal. Khususnya, penyakit seperti liken planus, dapat muncul, terkadang, tapi tidak selalu, sebagai akibat terapi obat. Hal yang sama, oral hairy leukoplakia dapat muncul disebabkan imunosupresi karena obat, walaupun secara klinis dan histopatologis lesi yang serupa dengan yang disebabkan virus EBV tersebut, telah ditemukan dengan uremia. Dengan catatan, lesi lanjut dapat sembuh dengan koreksi uremia.2
Stomatitis uremia dapat berwujud sebagai daerah putih, merah, atau abu-abu pada mukosa mulut. Bentukan eritema pustulosa terbentuk dari pseudomembran abu-abu di atas bercak merah yang nyeri, sedang bentukan ulseratif berwarna merah dengan ditutupi pustul. Tidak ada deskripsi secara histologis yang jelas mengenai stomatitis uremia ini, dan juga sulit untuk menjelaskan penyebab perubahan mukosa mulut yang tidak biasa ini.Beberapa penelitian menyebutkan secara histologis, penyakit ini ditandai dengan infiltrat keradangan minimal dengan hiperplasi epitel dan hiperparakeratinisasi yang tidak biasa.
Etiologi stomatitis uremia masih belum jelas diketahui, walaupun diperkirakan berasal dari kenaikan komponen amonia dalam darah, juga diperkirakan dapat berasal dari pembakaran kimia. Amonia terbentuk oleh kerja bakteri urease yang merubah urea saliva yang dapat meningkat pada pasien tersebut. Diperkirakan, stomatitis muncul bila kadar urea dalam darah lebih tingi dari 300 mg/ml, walaupun ada beberapa laporan perubahan mukosa dapat terjadi pada kadar urea kurang dari 200 mg/dl.
Pasien yang mengalami penyakit ini biasanya mengeluh penyakit mukosa mulut yang membuat tidak nyaman, terkadang berpengaruh pada nutrisi dan input cairan, penurunan aliran saliva, dan sensasi terbakar pada bibir.
Pada beberapa keadaan, permukaan mukosa dapat menjadi eritema atau berupa ulserasi. Makula mukosa mulut dan nodul juga didapatkan pada 14% pasien yang menerima hemodialisis.
6.Keganasan mulut
Risiko karsinoma sel skuamosa pada mulut pada pasien yang menerima hemodialisis adalah sama dengan risiko pada populasi orang yang sehat, walaupun telah ada laporan yang menunjukkan bahwa terapi yang menyertai cangkok ginjal merupakan predisposisi kejadian displasia epitelial dan karsinoma pada bibir. Mungkin, Sarkoma Kaposi dapat muncul pada mulut resipien cangkok ginjal yang mengalami imunosupresi. Ada beberapa laporan kejadian karsinoma sel skuamosa di daerah pembengkakan gingiva yang disebabkan penggunaan siklosporin. Tiap peningkatan risiko keganasan mulut pada pasien GGK mungkin menunjukkan efek imunosupresan iatrogenik, yang meningkatkan kejadian tumor yang berhubungan dengan virus seperti sarkoma Kaposi ataiu limfoma Non Hodgkin.
7.Infeksi oral
7.1 Kandidosis
Keilitis angular ditemukan pada 4% pasien dengan hemodialisis dan resipien cangkok ginjal. Lesi kandidiasis oral lain seperti pseudomembran (1,9%), eritema (3,8%) dan kandidosis atropik kronis (3,8%) ditemukan pada resipien cangkok ginjal.
7.2 Infeksi Virus
Sekitar 50 % resipien cangkok ginjal yang seropositif herpes simplex, mengalami episode infeksi HSV rekuren, parah dan lama. Tetapi akhir-akhir ini, penggunaan terapi anti herpes yang efektif telah mengurangi infeksi serupa secara signifikan. Keadaan imunosupresi yang lama pada pasien pasca pencangkokan ginjal dapat menjadi predisposisi infeksi herpesvirus 8 (HHV-8) dan sarkoma Kaposi yang terkait.
7.3 Kelainan Gigi
Gigi lambat tumbuh dilaporkan pada anak-anak dengan GGK. Hipoplasi enamel pada gigi susu maupun permanen dengan atau tanpa warnanya berubah menjadi coklat juga dapat timbul.
Pada pasien GGK dewasa, penyempitan atau kalsifikasi ruang pulpa juga dapat terjadi. Penyebab yang sebenarnya dari perubahan gigi ini belum diketahui. Resipien cangkok ginjal mengalami penyempitan ruang pulpa lebih banyak daripada pasien yang menerima hemodialisis. Tidak ada hubungan yang konsisiten antara terapi kortikosteroid dengan penyempitan ruang pulpa.
Peningkatan maupun penurunan angka kejadian karies gigi telah dilaporkan pada kelompok pasien GGK. Tetapi, tidak ada bukti yang menunjukkan peningkatan risiko karies secara signifikan pada pasien dengan GGK. Walaupun pasien mengalami xerostomia, tampaknya tidak ada peningkatan risiko terjadi karies servikalis, seperti yang diperkirakan sebelumnya.
Kehilangan jaringan gigi non-karies lebih banyak dijumpai pada pasien dengan GGK dibandingkan populasi orang sehat. Ini mungkin disebabkan karena nausea, regurgitasi esofagus atau vomitus yang disebabkan bulimia nervosa.
7.4 Lesi pada tulang
Beragam jenis kelainan tulang dapat dijumpai pada penyakit ginjal kronis. Ini menunjukkan bermacam jenis kelainan metabolisme kalsium, termasuk hidroksilasi dari 1-hidroksikolekalsiferol menjadi vitamin D aktif, penurunan ekskresi ion hidrogen (dan asidosis yang diakibatkannya), hiperpospatemia, hipokalsemia,dan hiperparatiroidisme sekunder yang diakibatkan, dan terakhir gangguan biokimiawi pospat oleh proses dialisis.
Hiperparatiroidisme sekunder mempengaruhi 92% pasien yang menerima hemodialisis. Hiperparatiroidisme dapat berakibat antara lain menjadi tumor coklat maksila, pembesaran tulang basis skeletal dan mempengaruhi mobilitas gigi. Beberapa kelainan pada tulang yang lain antara lain adalah demineralisasi tulang, fraktur rahang, lesi fibrokistik radiolusen, penurunan ketebalan korteks tulang, dan lain-lain. Sedang pada gigi dan jaringan periodonsium antara lain, terlambat tumbuh, hipoplasi enamel, kalsifikasi pulpa, penyempitan pulpa, dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar