Minggu, Juli 04, 2010

Tyfus Abdominalis

1. Definisi Tyfus Abdominalis
Tyfus Abdominalis (di singkat tifoid saja) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh makanan atau minuman yang tercemar. (Buku Saku Dokter Internet : Flu, HFMD, Malaria, Diare Demam Berdarah dan Tyfus, 2004).
Tyfus merupakan suatu penyakit peradangan pada usus yang di sebabkan oleh infeksi bakteri. (Prof. H. Hembing. W, 2006).
Definisi di atas dapat di simpulkan bahwa Tyfus Abdominalis merupakan suatu penyakit peradangan pada usus yang di sebabkan oleh makanan atau minuman yang tercemar dan terinfeksi oleh bakteri.

2. Patofisologi

Makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella masuk ke dalam lambung. Di dalam lambung kuman mengalami penetrasi yang memungkinkan kuman mati atau hidup , bila tetap hidup selanjutnya masuk ke usus halus. Melalui folikel limpa yang ada di permukaan usus halus masuk kesaluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertama menyerang sistem Retikulo Endotelial Sistem (RES) yaitu : hati, lien, dan tulang, yang menyebabkan infeksi pada pada hati dan lien dapat menimbulkan hepatomegali dan splenomegali, kemudian selanjutya mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain : sistem saraf pusat (otak), ginjal dan kelenjar limpa.
Infeksi pada hati tentu juga akan mengkontaminasi cairan empedu yang di hasilkan oleh hati kemudian masuk ke dalam empedu sehingga terjadi kolesitisis. Sesuai dengan entero-hepatik maka cairan empedu akan masuk ke duodenum dengan virulensi kuman yang tinggi akan meginfeksi intestin kembali khususnya di bagian ileum dimana akan terbentuk ulkus yang lojong dan dalam.
Masuknya kuman ke dalam intestin terjadi pada minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh mulai naik turun khususnya suhu naik pada malam hari dan turun menjelang pagi dan siang hari (demam itermiten) suhu yang tinggi, naik turunnya dapat mencapai normal. Disamping peningkatan suhu tubuh juga akan terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas intestin, namun tidak selalu terjadi dapat pula terjadi sebaliknya.
Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu yang sangat tinggi (demam remiten) kadang disertai demam dengan gangguan kesadaran seperti delirium. Pada fase ini konstipasi mungkin masih tetap terjadi dan klien tampak lemah.
Minggu selanjutnya dimana infeksi focal intestinal terjadi dengan tanda suhu tubuh masih tetap tinggi tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus (demam kontinue), lidah kotor, tepi lidah hemeremis; A peristaltik; gangguan digesti dan absorbsi sehingga terjadi distensi; diare. Pada fase ini dapat terjadi perdarahan usus, perporasi dan peritonitis, dengan ditandai distensi abdomen, peristaltik menurun / hilang, melena, shock dan penurunan kesadaran. (Hotma Rumohorbo, SKp, MS Epid, 2000: 75-76).

3. Etilogi

Penyakit ini disebabkan oleh kuman salmonella thyposa, salmonella paratiphi A,B,C. Kuman salmonella termasuk golongan bakteri berbentuk batang, gram negatif, mempunyai flagel yang memungkinkan kuman ini dapat bergerak; tidak berspora serta mempunyai tiga (3) jenis antigen, yaitu :
a) Antigen O (AgO) =antigen pada bagian soma.
b) Antigen H (AgH) =antigen pada bagian flagel,flagel adalah alat gerak.
c) Antigen Vi (AgVi) =antigen pada bagian kapsul (pembungkus soma). ( Hotma Rumohorbo , SKp, MS Epid, 2000: 75).

4. Manifestasi Klinis

Masa inkubasi : 10-14 hari. keluhan utama : demam terutama sore atau malam hari, obstipasi, batuk-batuk, agak tuli, lidah tipoid (tremor, tengah kotor, tepi hiperemis), nyeri tekan / spontan pada perut di daerah Mc Burney (kanan bawah). (Prof. DR. Dr. A. Halim – Mubin, SpPD, MSc, KPTI, 2001: 20).
Masa inkubasi tergantung pada besarnya jumlah bakteri yang menginfeksi, masa inkubasi berlangsung dari 3 hari sampai dengan 1 bulan dengan rata-rata antara 8-14 hari. Di tandai dengan demam insidus yang berlangsung lama, sakit kepala yang berat, badan lemah, anoreksia, bradikardi relatif, splenomegali pada penderita kulit putih 25% diantaranya menujukan adannya”rose spot” pada tubuhnya, batuk tidak produktif pada awal penyakit, pada penderita dewasa lebih banyak terjadi konstipasi di bandingkan dengan diare. (James Chin, MD, MPH, 2006: 645 dan 647).
Gambar klinis yang biasa ditemukan adalah :
a. Demam
Kasus khas demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur - angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam; pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Mulut terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden), lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disetai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorimus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan, biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis. ( Ngastiyah, 2005: 237).

5. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah
Mengukur kadar haemoglobin dan hematokrit, leukosit, penurunan leukosit (leukopeni) oleh karena endotoxin kuman menekan RES (Retikulo Endotelial Sistem ) dalam memproduksi leukosit.
b. Pemeriksaan Widal
Mengukur kadar / titer antigen soma dan flagel (titer O dan H ) yang lebih akurat adalah kadar titer O. Peningkatan kadar titer ini menggambarkan virulensi kuman, peningkatan titer O mencapai 1/100 dianggap positif. (Hotma Rumohorbo, SKp, MS Epid, 2000: 76).

6. Penatalaksanaan

a. Isoilasi pasien.
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi mengingat sakit yang lama, lemah, anoreksia, dan lain - lain.
c. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan. (Ngastiyah, 2005: 239). Istirahat berbaring di tempat tidur sampai 5 sampai 7 hari apireksi. (Prof. DR. Dr. A. Halim – Mubin, SpPD, MSC, KPTI, 2001: 21).
d. Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein, bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas, susu 2 gelas sehari, bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung. (Ngastiyah, 2005: 239).
e. Obat
Obat petama kloramfenikol 3x 500 mg sampai 7-10 hari apireksi. Obat alternatif :
1) Kloramfenikol 2x2 tablet /hari.
2) Ampisilin / amoksilin 3x 0,5-1 mg/hari.
3) Quinolon (peflacin) 400 mg /hari.
4) Seftriakson 2x1 gram/ hari selama 3-5 hari.
Keadaan toksis dapat diberikan kortikosteroid dosis tinggi. (Prof. DR. Dr. A. Halim – Mubin, SpPD, MSc, KPTI, 2001:21).
f. Bila terjadi komplikasi,terapi disesuaikan dengan penyakitnya.
1) Bila terjadi komplikasi perporasi usus dilakukan:
a) Pemberian obat per oral tetap hati-hati, lebih baik dihentikan.
b) Diet halus, sebaiknya diet diberikan parenteral.
c) Dapat diberikan obat hemostastis seperti asam traneksamat (cyklokapron).
2) Bila terjadi komplikasi perforasi usus dilakukan:
a) Diet dan obat peroral dihentikan.
b) Segera konsultasikan kebagian bedah. (Prof. DR. Dr. A. Halim.-Mubin. SpPD, MSc KPTI, 2001: 21).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar