Pengertian
Kegawatan pernafasan adalah keadaan kekurangan oksigen yang terjadi dalam jangka waktu relatif lama sehingga mengaktifkan metabolisme anaerob yang menghasilkan asam laktat. Dimana apabila keadaan asidosis memburuk dan terjadi penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain. Selanjutnya dapat terjadi depresi pernafasan yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang dan bahkan dapat menyebabkan kematian (Yu dan Monintja, 1997).
Etiologi
Towel dalam Jumiarni, dkk (1995) menggolongkan penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan lain-lain. Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya. Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain.
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi aterm maupun pada bayi preterm, yaitu bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan berat lahir rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR yang preterm mempunyai potensi kegawatan lebih besar karena belum maturnya fungsi organ-organ tubuh.
Kegawatan sistem pernafasan dapat terjadi pada bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram dalam bentuk sindroma gagal nafas dan asfiksia neonatorum yang terjadi pada bayi cukup bulan.
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekwatnya jumlah surfaktan pada paru-paru. Sementara asfiksia neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat ketidakmampuan bayi beradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan karena adanya masalah-masalah kehamilan dan pada saat persalinan.
Sindroma gagal nafas (respiratory distress syndrom, RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekwatnya jumlah surfaktan dalam paru (Suriadi dan Yuliani, 2001). Gangguan ini biasanya dikenal dengan nama hyaline membran desease (HMD) atau penyakit membran hialin karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.
Patofisiologi
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak atau bahkan kematian.
Akibat dari gangguan pada sistem pernafasan adalah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh. bayi akan beradapatasi terhadap kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat.
Dengan memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia (Yu dan Monintja, 1997).
Pada stadium awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu primer. Pada keadaan ini bayi tampak sianosis, tetapi sirkulasi darah relatif masih baik. Curah jantung yang meningkat dan adanya vasokontriksi perifer ringan menimbulkan peningkatan tekanan darah dan refleks bradikardi ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat diatasi dengan meningkatkan impuls aferen seperti perangsangan pada kulit. Apneu primer berlangsung sekitar 1 – 2 menit (Yu dan Monintja, 1997).
Apneu primer dapat memanjang dan diikuti dengan memburuknya sistem sirkulasi. Hipoksia miokardium dan asidosis akan memperberat bradikardi, vasokontriksi dan hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5 menit dan kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut jantung, tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah terus menurun. Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidsssak menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali pernafasan buatan dan pemberian oksigen segera dimulai (Saifuddin, 2002).
Manifestasi Klinik
Menurut Surasmi, dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :
1) Takhipneu (> 60 kali/menit)
2) Pernafasan dangkal
3) Mendengkur
4) Sianosis
5) Pucat
6) Kelelahan
7) Apneu dan pernafasan tidak teratur
8) Penurunan suhu tubuh
9) Retraksi suprasternal dan substernal
10) Pernafasan cuping hidung
Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekwat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekwat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekwat.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian dilakukan dengan berbagai cara yaitu anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik (Surasmi dkk, 2003).
Riwayat Keperawatan
Menurut Surasmi, dkk (2003) data riwayat keperawatan meliputi riwayat kehamilan sekarang (apakah ibu mengalami hipotensi atau perdarahan), riwayat kelahiran (jenis persalinan, lahir dengan asfiksia atau terpajan hipotermia), riwayat keluarga dan nilai APGAR rendah serta tindakan resusitasi yang dilakukan pada bayi.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
1) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
2) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
3) Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
1) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
2) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
(1) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
(2) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.
3) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik meliputi gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60 mmHg, peningkatan kadar kalium darah, pemeriksaan sinar-X menunjukkan adanya atelektasis, lesitin/spingomielin rasio 2 :1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur, pemeriksaan dekstrostik dan fosfatidigliserol meningkat pada usia kehamilan 33 minggu.
Analisa Data
Data yang terkumpul melalui pengkajian selanjutnya dikelompokkan dan dianalisis untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Menurut Suryadi dan Yuliani (2001), diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada bayi dan anak yang mengalami gawat nafas antara lain :
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau berkurangnya jumlah cairan surfaktan.
2) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya sekret pada jalan nafas dan obstruksi atau pemasangan intubasi trachea yang kurang tepat.
3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang tepat.
4) Resiko injuri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan asam basa; O2 dan CO2 dan barotrauma (perlukaan dinding mukosa) dari alat bantu nafas.
5) Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan hospitalisasi, sekunder dari situasi krisis pada bayi.
6) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss).
7) Intake nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, maturitas gastrik menurun dan kurangnya absorpsi.
Perencanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tujuan dari intervensi keperawatan meliputi :
1) Gangguan pertukaran gas adekwat ditandai dengan nilai analisa gas darah dan saturasi oksigen dalam batas normal.
2) Kepatenan jalan nafas dapat dipertahankan ditandai dengan bunyi nafas normal dan adanya pergerakan dinding dada.
3) Support ventilator tepat dan ada usaha bayi untuk bernafas yang ditandai dengan analisa gas darah dalam batas normal.
4) Bayi tidak mengalami ketidakseimbangan asam dan basa dan barotrauma.
5) Orang tua bayi akan menerima keadaan anaknya dan mau melakukan bonding dan mengidentifikasi perubahan peran yang terjadi.
6) Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan.
7) Kebutuhan intake nutrisi dapat dipertahankan.
Adapun implementasi yang dapat dilakukan meliputi :
1) Mempertahankan pertukaran gas adekwat.
(1) Identifikasi adanya resiko yang muncul.
(2) Monitor status pernafasan dan lapor ke dokter bila pernafasan memburuk.
(3) Monitor analisa gas darah, pulse oxymetry.
(4) Posisikan bayi dengan tepat.
(5) Pertahankan suhu lingkungan netral.
(6) Pemberian oksigen sesuai dengan program.
2) Meningkatkan kebersihan jalan nafas.
(1) Kaji dada bayi apakah bunyi nafas bilateral dan adanya ekspansi selama inspirasi
(2) Atur posisi bayi utuk memudahkan drainase
(3) Lakukan pengisapan lendir (suction).
(4) Kaji kepatenan jalan nafas setiap jam.
(5) Kaji posisi ketepatan alat ventilator setiap jam.
(6) Auskultasi kedua lapang paru.
3) Meningkatkan pola nafas efektif.
(1) Monitor serial analisa gas darah sesuai program.
(2) Gunakan alat Bantu nafas sesuai program.
(3) Pantau ventilator setiap jam
(4) Berikan lingkungan yang kondusif supaya bayi dapat tidur, gunakan sedatif bila perlu sesuai program.
4) Mencegah injuri berhubungan dengan ketidakseimbangan asam – basa; O2 dan CO2 dan barotrauma.
(1) Evaluasi gas darah untuk melihat fungsi abnormal pernafasan.
(2) Monitor pulse oksimetri
(3) Monitor adanya komplikasi
(4) Pantau dan pertahankan ketepatan posisi alat bantu nafas atau ventilator.
5) Meningkatkan bonding orang tua dan bayi.
(1) Jelaskan semua alat (monitor, ETT, ventilator) pada orang tua.
(2) Anjurkan orang tua untuk selalu mengunjungi bayi.
(3) Jika tidak menggunakan oksigen, ajarkan orang tua untuk menyentuh bayi, bercakap dan belaian kasih sayang.
(4) Ajarkan cara orang tua untuk berpartisipasi dalam perawatan bayi.
(5) Instruksikan pada ibu untuk memberikan ASI dan ajarkan cara merangsang pengeluaran ASI.
6) Mencegah kekurangan volume cairan.
(1) Pertahankan cairan infus 60 – 100 ml/kg/hari.
(2) Peningkatan pemberian cairan dapat dilihat dari hasil output urine, dan jumlah makanan enteral yang didapat.
(3) Gunakan infus pompa agar jumlah cairan tubuh yang normal dapat dipertahankan.
(4) Moitor intake dan output dan catat secara ketat.
(5) Monitor output urine pada popok.
(6) Kaji elektrolit; sodium dan potasium.
(7) Monitor jumlah infus yang masuk.
7) Memenuhi kebutuhan nutrisi.
(1) Pasang NGT untuk pemberian minum.
(2) Evaluasi abdomen dengan cara auskultasi.
(3) Pastikan bahwa selang NGT masuk tepat pada lambung.
(4) Berikan makanan atau minuman melalui NGT secara bertahap.
(5) Tinggikan kepala anak sedikit pada saat akan minum.
(6) Pemberian makanan atau minuman secara perlahan-lahan.
(7) Pantau sisa makanan atau minuman sebelum pemberian makanan.
(8) Tempatkan bayi dengan posisi miring ke kanan setelah pemberian minum selama satu jam.
Evaluasi dan Perencanaan Pulang
1) Berikan pengajaran perawatan bayi pada orang tua dengan simulasi. Kenalkan pada orang tua utuk mengidentifikasi tanda dan gejala distress pernafasan.
2) Ajarkan pada orang tua bagaimana cara melakukan resusitasi jantung paru (RJP) dan disimulasikan bila perlu untuk perawatan dirumah.
3) Jika bayi menggunakan monitor di rumah, ajarkan pada orang tua bagaimana mengatasi bila ada alarm.
4) Jelaskan kepada orang tua pentingnya sentuhan dan suara-suara nada sayang didengar oleh bayi.
5) Tekankan pentingnya kontrol ulang dan deteksi dini bila ada kelainan.
Daftar Pustaka
Hudak,CM dan Gallo, BM. 1997. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Alih Bahasa Monika E. dkk. Edisi VI, Volume I . Jakarta : EGC
Jumiarni dkk. 1995. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta : EGC
Markum, AH. 1999. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Nelson, B. 2000. Ilmu Kesehatan Anak vol 2 edisi 15. Jakarta : EGC
Ngastiyah. 1997.Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Rilantono, L I. dkk. 1999. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI.
Saifuddin, A B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta : CV Sagung Seto
Surasmi, A. dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.
Yu Vy and Monintja, HE. 1997. Beberapa Masalah Perawatan Intesif Neonatus. Jakarta : FKUI
Yunanto, dkk. 2003. Laporan Penelitian : Pengaruh BBLR Untuk Terjadinya Asfiksia Neonatorum di RSU Ulin Banjarmasin 2002-2003. Banjar Baru : FKU Lambung Mangkurat/ Perinasia Cabang Kalsel.
_________. 1997. Pelayanan Perinatal Resiko Tinggi RSUD Gunung Jati Cirebon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar