Selasa, Juli 06, 2010

INKONTINENSIA URIN

A. Pengertian
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan.
Jika Inkontinensia urin terjadi akibat kelainan inflamasi ( sistitis ), mungkin sifatnya hanya sementara. Namun, jika kejadian ini timbul karena kelainan neurologi yang serius ( paraplegia ), kemungkinan besar sifatnya akan permanent.
(Brunner & Suddarth, 2002. hal: 1471)
B. Anatomi dan Fisiologi
VESIKA URINARIA
Vesika terletak dalam pelvis minor, dorsal dan agak kronial dari ossa pubis. Vesika urinaria terpisah dan dari tulang-tulang tersebut oleh ” Spatium retropubicum ” dan pada tempat ia bersandar diatas dasar pelvis, terletak kaudal ari peritoneum. Kedudukan Vesika urinaria dalam jaringan lemak ekstra peritoneal membuatnya relatif bebas kecualiservik vecicae yang tertambat erat oleh ligamentum pubovesikale pada wanita dan ligamentum puboprostatieum pada laki-laki. Sewaktu ferisi, vesika membesar kearah kronial kedalam lemak ekstraperitoneal lembar superfisial fasra dinding abdomen ventral.
Dalam vesika urinaria selalu terdapat sedikit banyaknya urin dan bentuknya ebih kurang membulat. Vesika urinarus yang kosong dan berbentuk limas, memiliki empat permukaan : sebuah permukaan kronial, dua permukaan laterokaudal dan sebuah permukaan dorsal. Permukaan Laterokaudal bersentuhan dengan fasera penutup muskulus elevatoroini. Permukaan dobokaudal vesika urinaria adalah alasnya ( fundus veskae ) mengarah ke tepi kronial symphisis pubica. Servik vesicae dengan permukaan – permukaan laterokaudal.
Palungan Vasica urinaria ( bladder bed ) pada masing – masing sisi dibentuk oleh Os Pubis, musculus obturator internus dan musculus elevator ani, dan kearah dorsal oleh rectum. Seluruh vesica urinaria terbungkus oleh jaringan ikat jarang yang dikenal sebagai facia vesicalis dan ditempati oleh plexus venosus vesicalis. Dinding vesica urinaria terutama dibentuk oleh musculus detrusor vesicae. Kearah cervix vesicae serabut ototnya membentuk sphineter urethrae internus, sebuah otot invocuntar. Beberapa serabutnya teratur radial dan membantu membuka ostium urethra internum. Pada laki – laki serabut otot dalam serviks vesicae bersinambungan dengan serabut otot dalam dinding urethra. Ostium uretheris dan ostium urethrae internum terletak pada sudut trigonum vesicae. Kedua reter melewati dinding vesica urinaria secara serong dalam arah mediokaudal. Peningkatan tekanan dalam vesica urinaria menekan rapat dinding ureter, dan menghindari urin terdorong balik ke dalam ureter karena peningkatan tekanan tersebut.
(Brunner & Suddarth, 2002. hal: 1471)

C. Etiologi
Usia jenis kelamin serta jumlah persalinan pervagina yang pernah dialami sebelumnya merupakan faktor resiko yang sudah dipastikan dan secara parsial menyebabkan peningkatan insidensnya pada wanita. Faktor resiko lain yang diperkirakan merupakan penyebab gangguan ini adalah infeksi saluran kemih, menopause, pembedahan urogenital, penyakit kronis dan penggunaan berbagai obat. Gejala puam, dekubitus, infeksi kulit serta saluran kemih dan pembatasan aktivitas merupakan konsekuensi dari inkontinensia urin.

D. Patofisiologi
Bila terjadi pengisian kandung kencing, tekanan didalam kandung kemih meningkat. Otot detrusor ( lapisan yang ketiga dari dinding kandung kencing ) memberikan respon dengan relausasi agar memperbesar volume daya tampung bila titik daya tampung. Bila titik daya tampung telah dicapai, biasanya 150 – 200 ml urin daya tentang reseptor yang terletak pada dinding kandung kemih mendapat rangsangan. Stimulus transmisi lewat serabut reflek efferent ke lengkungan pusat refleks untuk mikturisasi. Impuls kemudian disalurkan melalui serabut eferen dari lengkungan reflek ke kandung kemih, menyebabkan kontraksi otot detruksor.
Sfingter interna yang dalam keadaan normal menutup, serentak bersama – sama membuka dan urine masuk kedalam irethra posterior. Relaksasi sfingter eksterna dan otot parineal mengikuti dan isi kandung kemih keluar, pelaksanaan kegiatan reflek bias mengalami interupsi dan berkemih dan ditangguhkan melalui dikeluarkanya impuls in hibitori dari pusat kortek yang berdampak kontraksi dilaur kesadaran dari sfingter eksterna. Bila salah satu bagian dari fungsi yang komleks uni rusak bias terjadi inkontinensia urine, karena bakteri pada saluran kemih menyebabkan iritasi pada lapisan mukosa kandung dan menstimulis rethrovesika urinaria.



E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Inkontinensia urine berdasarkan tipe inkontinensia sendiri :
• Inkontinensia akibat stress
Eliminasi urin diluar keinginan melalui uretra sebagai akibat dari peningkatan mendadak pada tekanan intra abdomen.
• Urge Inkontinensia
Terjadi bila pasien merasakan dorongan atau keinginan untuk urinasi tetapi tidak mampu menahannya cukup lama sebelum mencapai toilet.
• Overflow inkontinensia
Ditandai oleh eliminasi urin yang sering dan kadang – kadang terjadi hampir terus menerus dari kandung kemih.
• Inkontinensia fungsional
Merupakan Inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi faktor lain, seperti gangguan kognitif berat yang membuat pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi ( misal, demensia alzheimer ) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau toilet untuk melakukan urinasi.
• Bentuk – bentuk Inkontinensia urin campuran
Mencakup ciri – ciri inkontinensia seperti yang baru disebutkan.

F. Komplikasi
Infeksi saluran kemih merupakan sumber morbiditas yang menonjol united states dan juga menonjol dalam perkembangan kegagalan ginjal kronis pad tiap bagian dari saluran kemih.
Kebanyakan infeksi saluran kemih tidak merupakan komplikasi, keadaannya tidak simtomasis, spontan, jelas dan sebagian merupakan cukup menonjol yang mengisyarakatkan pemikiran sebagai suatu masalah kesehatan. Tidak terdapat hal yang kontroversial dikalangan yang melaksanakan pencegahan pelayanan kesehatan sehubungan pertanyaan tentang kebutuhan pemeriksaan infeksi asimtomasis, namun terdapat kesukaran untuk mengidentifikasi kelompok beresiko dimana deteksi dan pengobatan dari infeksi ini memperlihatkan perbaikan kesehatan seseorang. Wanita cenderung mudah terserang infeksi saluran kemih bila dibandingkan dengan pria.

G. Penatalaksanaan Medis
Pemeriksaan diagnosis harus mencakup evaluasi foal ginjal. Dapat dilakukan melalui urinarisasi, kultur urine, elektrolit urine, urea nitrogen darah, kreatin serum dan kreatin elearance.
Biasanya kandung kemih berisi sedikit air kemih atau sama sekali kosong setelah berkemih. Pengosongan kandung kencing dengan sempurna. Beberapa kondisi yang sering terjadi dimana pengosongan kandung kemih tidak sempurna dapat menimbulkan prostat benigna, striktur uretra dan interupsi inervasi kandung kemih. Air kemih yang tertinggal didalam kandung kemih setelah berkemih disebut air kemih residu.
Salah satu cara untuk menentukan jumlah residu urine ialah dengan melakukan katerisasi segera setelah ornag itu berkemih. Cara ini ssewaktu – waktu suka dipesan oleh dokter baik hanya sekali atau berulang kali. Sebelum katerisasi harus berkonsultasi kembali dengan dokter tentang drainase air kemih selanjutnya. Bila diduga terdapat jumlah besar dari urine residu, biasanya dokter memasangkan kateter daver. Volume urine residu 50 ml atau kurang menunjukkan fungsi kandung kencing yang normal atau kondisi kandung kemih pulih kembali.
Untuk mencegah tidak terjangkaunya urine residu oleh kateter, perlu dilaksanakan protet X – Ray air kencing residu. Pada prosedur dipakai bahan kontraks yang tidak tembus sinar yang diekresikan oleh ginjal setelah suntikan zat kontraks intravena, zat kontrkas melalui kandung kemih. Jumlah urine yang cukup banyak mengandung zat kontraks dibiarkan berakumulasi dalam kandung kemih sebelum orang diminta untuk berkemih. Segera setelah bekemih foto X – Ray dibuat. Tiap urin yang tertahan pada kandung kemih akan dapat divisualisasikan pada radiografi. Ini berarti pada penentuan jumlah volume urine residu diperlukan dengan keterkaitan visualisasi study saluran kemih dari saluran kemih.
Pemeriksaan Eystometic dilakuakan untuk evaluasi tonus kandung kemih. Pada umumnya pemeriksaan dilakukan bila terjadi inkontinen atau bila ditemukan data bahwa terjadi disfungsi kandung kemih yang neurologik. Dipasang kateter folay sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah pasien tertidur terlentang, disiapkan Na Cl normal dalam botol satu liter atau aquabidest steril dan Cysometer disambungkan dengan kateter. Cairan dimasukkan dengan kecepatan yang teratur pengukuran tekanan terhadap cairan yang didorong oleh otot kandung kemih diukur setelah dimasukkan 50 ml cairan. Orang ditanya tentang rasa penuh, keinginan berkemih atau perasaan tidak nyaman yang mendesak. Ciaran terus dimasukkan sampai terjadi atau desakkan ditentukan bahwa perasaan itu tidak timbul. Pada waktu pemeriksaan Cystometrik, diberikan bethanecol chloride ( urecholine ) dan diharapkan efeknya terhadap tonus kandung kemih yang lemah, atau obat – obat anticholigeric untuk mengkaji relaksasi pad kandung kemih yang hiperaktif. Tidak diperlukan perawatan specifik setelah pemeriksaan Cytrometrio.
H. Analisa data :
1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan ditentukan atas dasar pengkajian pada pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang inkontinensia urin yaitu :
Judul Diagnosa Kemungkinan Etiologi
Defisit mandi sendiri / pemeliharaan higyne ketoilet Gangguan kognitif / depresi
Gangguan penampilan tubuh Kehilangan fungsi tubuh, perubahan cara hidup, perubahan keterlihatan sosial
Penyesuaian individu yang kurang mantap Krisis kondisi, krisis kedewasaan
Gangguan pengelolaan rumah tangga Tidak ada sistem bantuan, kurang pengetahuan
Inkontinen Fungsional Perubahan lingkungan defisit sensori
Inkontinen Refleks Gangguan neurologi
Inkontinen stress Relaksasi otot pelvis, terlalu mengembang
Inkontinen total Gangguan neurologik
Inkontinen desakan Kapasitas kandung kemih menurun, infeksi kandung kemih, kandung kencing terlalu mengembang
Potensial gangguan integritas kulit Iritasi
Perubahan pola eliminasi urine Gangguan sensori motor

2. Perencanaan : Hasil Yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari pasien dengan inkontinensia urine terdiri dari :
1) Orang bebas dari Ekskoriasi kulit perineum
2) Pasien bebas dari bau air kemih
3) Orang itu atau orang penting dapat menguraikan atau berkata tentang hal berikut :
a. Hubungan hygine yang mantap dengan pemeliharaan integritas kulit.
b. Hubungan intake cairan yang adekuat demi kelancaran latihan kandung kemih.
c. Rencana latih kandung kemih.
4) Bagaimana cara merawat masalah kulit yang ringan bila itu terjadi.
5) Bagaimana cara mendapatkan sember profesional dan anggota masyarakat :
a. Lembaga yang ada bila diperlukan.
b. Bagaimana cara mendapatkan suplay dan peralatan ( sistem drain, kursih tempat toilet, kasa protektif, tempat tidur khusus ).
c. Diaman dan bila harus mencari pertolongan bila timbul masalah.
6) Perencanaan pengobatan kesinambungan
3. Implementasi
Tujuan :
• Membantu meraih terapi
• Pengendalian inkontinen urine
Pengendalian inkontinen urine sebagian besar tergantung pada penyebabnya. Usaha – usaha terdiri dari pengobatan, program latihan ulang kandung kemih, prosedur bedah atau pemakaian alat drainase interna atau eksterna.
 Disfungsi Sfinkter
Bila sfinkter eksterna pernah rusak orang akan menderita inkontinen pada terjadi adanya desakan diluar kesadaran. Sfinkter, akan terjadi perasaan akut berkemih. Bila demikian masalahnya bukan inkontinen tapi retensi. Untuk menjamin keteraturan berkemih diperlukan jadwal. Bila kedua sfinkter rusak akan terjadi inkontinen yang total.
 Inkontinen Stress
Inkontinen urine yang terjadi sewaktu batuk, waktu terjadi adanya tarikan atau mengangkat yang berat disebut inkontinen stres.
 Terapi Konservatif
Latihan Perineum dapat menolong pada inkontinen stres rinagn. Latihan terdiri dari mengencangkan dan mengendurkan perineum dan otot glitimus dan dapat dilakukan dalam berbagai cara, yaitu :
a. Kencangkan otot perineum seperti mencegah berkemih ( dalam hitungan 10, kemudian kendurkan ).
b. Tarik nafas
c. Berjongkok seperti akan BAB kendurkan otot perineum
d. Letakkan sebuah pensil di antara lipatan pantat dan perineum
e. Duduk pada toilet dengan dengkul direntangkan kesamping.
 Bedah
Bedah dapat dilakukan pada Inkontinen Stres yang gawat. Vesicourethropexy ( operasi marshall marchetti. Krantz ) yang terdiri dari fikasasi uretra kepada fascia musculus rectus abdomialis dengan tahanan kepada leher dari kendung kemih.
Prosedur bedah yang lebih metakhir yang kurang invasif adalah prosedur stamey. Sebagian leher kandung kemih melalui jahitan sambungan kesambungan urethrovesicalis.


 Inkontinen mendesak
Inkontinen mendesak disebabkan oleh infeksi saluran kemih kumrahnya temporer,memberi respon terhadap pengobatan antibiotik sistemik. Akibat specifik dari infeksi misalnya : infeksi harus diidentifikasi dan dikoreksi bila masih mungkin.
 Disfungsi kandung kencing neurogenik
Oarng yang cedera sum – sum belakang mengalami periode transitori ” syok spinal ” dimana terjadi retensi urine. Ditolong dengan katerisasi kontinue atau intermiten yang tujuannya mencegah infeksi saluran kemih dan distensi kandung kemih yang berlebihan.
 Drainase urine pada inkontinen
Dalier kateter sesungguhnya menghadirkan bahaya yang potensial seperti infeksi saluran kemih, urethiritis, epididymis, fistula uretra.
 Membantu kenyamanan dan aktivitas kebutuhan sehari – hari
Orang yang mengalami inkontinen sewaktu – waktu bisa mengendalikan kandung kemih. Perawat hendaknya segera memberi respon bila diminta bantuan untuk ke toilet dan pasien juga harus dihimbau untuk membatasai intake cairan 2 sampai 3 jam sebelum waktu tidur.
 Latihan kembali kandung kemih
a. Menetukan pia waktu biasanya orang berkemih
b. Merencanakan waktu toilet berjadwal berdasarkan pola dari pasien, bantu pasien seperlunya.
c. Rencana ke toilet 1 sampai 2 jam sekali
d. Mengusahakan agar pasien berposisi normal pada waktu ke toilet
e. Mengusahakan agar pasien mengosongkan kandung kencing sesempurna mungkin.
f. Mengusahakan agar intake cairan 3000 ml perhari demi memenuhi volume urine yang adekuat.
g. Membuat jadwal agar cairan diminum
4. Evaluasi
a) Drainase urine yang adekuat harus dipertahankan.
b) Pasien menyadari terdapatnya sumber profesional dan sumber di masyarakat.
c) Pasien dapat menjelaskan kebutuhan alat yang diperlukan
d) Kulit pasien bebas dari ekskoriasi
e) Pasien dapat menguraikan rencana perawatan selanjutnya
f) Pasien dapat menguraikan program latihan kembali dari kandung kemih.
5. Pengkajian
 Data Objektif
Pertanyaan berikut diajukan bila melakukan pengkajian yang inkontinen :
• Apakah terjadi ketidakmampuan total untuk pengendalian berkemih ?
• Berapakah fungsi Inkontinen ?
• Apakah ada sesuatu yang mendahului inkontinen ( stres, ketakuatan tertawa, gerakan ) ?
• Apakah disertai atau terbakar pada waktu inkontinen ?
• Apakah terjadi tetesan air kemih ?
 Data Subjektif
Data – data objektif yang penting diketahui adalah :
• Volume output.
• Karakteristik dari urine.
• Palpasi vesica urinaria untuk mengetahui adanya residu air kemih.
• Tingkat kesadaran pasien untuk menjalin kerjasama.
• Kemampuan pasien untuk mengikuti petunjuk – petunjuk.
• Apakah terdapat sebab fisiologi pada inkontinen ( contoh, cedera sum – sum belakang ).
I. Kesimpulan
Inkontinensia urin adalah eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan.
Jenis – jenis Inkontinensia urine :
• Inkontinensia akibat stress
• Urge Inkontinensia
• Overflow inkontinensia
• Bentuk – bentuk Inkontinensia urin campuran
• Inkontinensia fungsional
Faktor Penyebab :
• Usia
• Jenis Kelamin
• Jumlah persalinan pervagina ( pada wanita )
• Infeksi saluran kemih
• Menopause
• Pembedahan urogenital
• Penggunaan obat


J. Daftar Pustaka
1. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC.
2. E. long, Barbara. Keperawatan Medikal Bedah 3.
3. Moore, keith L, Anatomi Klinis Dasar, Hipokrates, Jakarta. 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar