Selasa, Juli 06, 2010

kumpulan Askep 01

NYERI ABDOMEN

Nyeri viseral

Pembagian
Anatomi Visera Tempat Penjalaran Nyeri
Foregut Esofagus dan duodenum Epigastrium
Midgut Yeyunum hingga pertengahan kolon transversum Umbilikus
Hindgut Pertengahan kolon transversum hingga rektum Hipogastrium
(Catatan : Nyeri karena pankreatitis dan nefrolitiasis yang pada umumnya menjalar hingga ke punggung)


Nyeri Tekan pada Abdomen

Gambar 3-1. etiologi nyeri abdomen berdasarkan lokasi











GANGGUAN ESOFAGUS DAN GASTER
DISFAGIA
Definisi
• Kesulitan pada proses menelan dan melewatkan makanan dari esofagus ke lambung.
Etiologi
Gambar 3-2. Etiologi disfagia









Pemeriksaan diagnostik
• Menelan barium atau esofagogastroduodenoskopi (EGD); ± pemantauan pH esofagus atau manometri.

PENYAKIT REFLEKS GASTROENSOFAGUS (GERD)
Patofisiologi
• Relaksasi sementara yang berlebihan pada sfingter esofagus bawah (LES, Lower Esophageal Spincter) atau pada beberapa kasus, LES yang inkompeten.
• Kerusakan mukosa esofagus karena kontak yang lama dengan asam, pepsin, garam empedu.
• Hiatus hemia dapat menyebabkan  tonus LES dan bertindak sebagai penampung isi lambung yang mengalami refluks.

Manifestasi klinis
• Heartburn, “angina” atipikal; regurtasi isi lambung kurang air, disfagia
• Batuk (aspirasi nokturnal kronis), asma, suara parau (peradangan plika vokalis).
• Pencetus : makan yang banyak, posisi supinasi, makanan berlemak, kafein, teofilin, alkohol, rokok, penyekat kanal kalsium (CCB).

Uji diagnostik
• Diagnosis sering berdasarkan pada anamnesis, mencoba mengobati dulu dengan inhibitor pompa proton.
• EGD (esophagoduodenoscopy) untuk mendeteksi esofagitis, ulkus, easofagus Barret atau striktur.
• Pemantauan pH esofagus ambulatoris selama 24 jam apabila diagnosisnya meragukan.

Penatalaksanaan
• Tindakan konservatif : mencegah pencetus, meninggikan kepada saat tidur, hindari keterlambatan makan.
• Medikamentosa : antasid, penyekat H, agen prokinetik (seperti : cisapride); penghambat pompa proton (PPI).
• Pembedahan : fundoplikasi (sering dengan laparoskopik)

Komplikasi
• Esofagus Barret (epitelisasi kolumnar dengan  risiko adenokarsinoma), esofagitis, striktur.


GASTROPATI DAN GASTRITIS
Gastropati akut
• Etiologi : NSAID, alkohol, stres yang berhubungan dengan penyakit mukosa (penyakit kritis).
• Manifestasi klinis : asimtomatik, anoreksia, mual dan muntah, nyeri epigastrium, perdarahan saluran cerna atas.

Gastritis antral kronis (“Tipe B”)
• Etiologi : Infeksi H. Pylori
• Manifestasi klinis : umumnya asimtomatik; tidak ada bukti yang jelas bahwa gastritis H. Pylori menyebabkan dispepsia non-ulkus; dapat berlanjut menjadi gastritis atrofi dengan  risiko adenokarsinoma gaster.
• Penatalaksanaan : Lihat penanganan H. Pylori

Gastritis kronis pada daerah fundus (“Tipe A”)
• Etiologi : Anemia pernisiosa
• Patogenesis : auto-antibodi langsung terhadap sel parietalis (sehingga kekurangan asam dan faktor intrinsik).
• Manifestasi klinis : gastritis atrofi, aklorhidria, dan hipergastrenemia, anemia permisiosa, tumor karsinoid gaster dan adenokarsinoma.

PENYAKIT ULKUS PEPTIKUM
Etiologi dasar
• Infeksi H. Pylori (namun hanya 15-20 % dari pasien yang terinfeksi akan berkembang menjadi suatu ulkus.
• NSAID
• Gastrinoma dan keadaan hipersekretorius lainnya



Manifestasi klinis
• Nyeri abdomen spigastrik, hilang dengan makan (duodenum) atau memburuk dengan makan (gastrikum).
• Perdarahan saluran cerna atas

Pemeriksaan diagnostik
• Uji untuk H. Pylori
Serologi : (sensitivitas 90 %, spesifisitas 70-80 %, titer  3-6 bulan setelah terapi efektif) urea breath test (UBT, sensitivitas dan spesifitasnya > 95%)
EGD + uji urease cepat (seperti, CLO testTM, > sensitivitas dan spesifisitas 95 %) atau biopsi dan histologi.
• EGD atau UGI serial untuk mendeteksi ulkus

Penatalaksanaan
• Penghentian NSAID dan rokok
• PUD dan H. Pylori (+) : Antibiotik dan PPI selama 7-14 hari memiliki angka keberhasilan > 90 % (Am J Med 105 : 424, 1998) antibiotik (2 dari 3) : klaritromisin 500 mg 2 x 1, amoksilin 1 g 2 x 1, mtronidazol 500 mg 2 x 1
• Dispepsia non-ulkus : percobaan PPI atau cisapride; data yang diperdebatkan tentang manfaat eradikasi H. Pylori (N Engl J Med 339 : 1869 dan 1875, 1998; 341 : 1106, 1999).










Gambar 3-3. Langkah diagnostik dan penanganan dispepsia























PERDARAHAN GASTROINTESTINAL

Definisi
• Hilangnya darah yang bisa dari berbagai tempat di intralumen dari orofaring sampai anus.
• Klasifikasi : atas = di atas ligamentum Treitz; bawah = di bawah ligamentum Treitz.
• Tanda : hematemesis = darah yang dimuntahkan atau terdapat pada muntahan (UGIB); hematokezia = buang air besar berdarah (LGIB atau UGIB yang cepat); melena = buang air besar seperti ter, berwarna hitam akibat darah dari saluran cerna (biasanya dari bagian atas saluran cerna, namun dapat di segala tempat di atas sekum).

Etiologi perdarahan saluran cerna atas
• Perdarahan orofaringeal dan epistakis  darah tertelan
• Esofagitis erosif
Pejamu yang tanggap imunnya baik : GERD / esofagus Barrett, XRT
Pejamu yang tanggap imunnya lemah : CMV, HSV, kandida
• Varices (10 %)
• Ruptur Mallory-Weiss (7%, robekan di gastroesofagus karena mau muntah / muntah-muntah dengan glotis yang tertutup).
• Gastritis / gastropati (23%, NSAID, H. Pylori, alkohol, penyakit mukosa yang berhubungan dengan stres).
• Penyakit ulkus peptikum (PUD) (46%)
• Malformasi vaskular
Lesi Dieulafony (arteri ektatik superfisialis biasanya pada kardia dengan UGIB yang mendadak dan masif) AVM (tersendiri atau bersama sindrom Osler-Weber-Rendu) fistula aorta-enterik (tandur aorta mengikis sepertiga porsio duodenum, muncul dengan “perdarahan luas”) vaskulitis.
• Penyakit neoplastik (esofagus atau gaster)
• Penyebab lahirnya : ulserasi hiatus hernia, koagulapati, amiloidosis, penyakit jaringan penyambung.

Etiologi perdarahan saluran cerna bawah
• Penyakit divertikular
• Angiodisplasia
• Penyakit neoplastik
• Kolitis : infeksi, iskemik, radiasi, penyakit radang usus (UC > CD)
• Hemoroid

Manifestasi klinis
• UGIB > LGIB : mual, muntah, hematemesis, muntah seperti warna kopi, nyeri epigastrium, reaksi vasovagal, sinkop, melena.
• LGIB > IGIB : diare, tenesmus, BRBPR atau kotoran berwarna maron

Langkah penanganan
• Anamnesis
GIB atau kronis, jumlah serangan, serangan terakhir yang paling sering hematemesis, muntah sebelum hematemesis, hematokezia, melena, nyeri abdomen, diare, penggunaan aspirin, NSAID, atau antikoagulan, atau diketahui menderita koagulopati ketergantungan alkohol, sirosis riwayat pembedahan saluran cerna atau aorta.
• Pemeriksaan fisik
Tanda vital : takikardi bila kehilangan cairan 10%; hipotensi ortostatik bila kehilangan cairan 20%; syok bila kehilangan cairan 30%, pucat, telangektasiasis (penyakit hepar alkohol atau sindrom Osleer-Weber-Rendu)
Tanda penyakit hepar kronis : ikterus, spider angiomata, ginekomastia, atrofi testis, eritema palmaris, kaput medusa.
Pemeriksaan abdomen : nyeri tekan dapat terlokalisir atau tanda-tanda di daerah peritoneum.
Pemeriksaan rektum : warna kotoran, adanya hemoroid, atau fisura ani
• Pemeriksaan laboratorium : Hematokrit (mungkin normal pada awal kehilangan darah akut sebelum seimbang kembali), hitung trombosit, PT, PTT, BUN / kreatinin (rasionya  pada UGIB karena resorpsi saluran cerna dari darah atau azotemia prerenal), uji fungsi hepar.
• Slang Nasogastrik dapat mendiagnosis UGIB, dapat membuang isi saluran cerna (sebelum dilakukan EGD dan untuk mencegah aspirasi), lavase untuk melihat ada tidaknya perdarahan yang menetap (prognosis buruk); negatif palsu pada waktu UGIB apabila perdarahan berasal baik dari duodenum maupun intermiten.
• Pemeriksaan diagnostik pada UGIB : esofagogastroduodenoskopi (EGD) (dan terapi yang potensial).
• Pemeriksaan diagnostik pada LGIB (periksa UGIB sebelum mencoba untuk melokalisasi LGIB yang diperkirakan)
Perdarahan berhenti secara spontan  klonoskopi (mengidentifikasi penyebab pada > 70% kasus dan potensial untuk tindakan terapi)
Stabil namun perdarahan terus-menerus  sken perdarahan (RBC berlabel 99mTc/albumin) : mendeteksi laju perdarahan yang > 0,1-1,0 ml/menit, namun sulit menentukan lokasi yang akurat.
Tidak stabil  arteriografi (mendeteksi laju perdarahan yang > 0,5-1,0 ml/menit dan potensial untuk tindakan terapi (infus vasopresin intra arteri atau embolisasi) laparotomi ekspolari.

Penatalaksanaan
• Penatalaksanaan akut perdarahan saluran cerna adalah resusitasi hemodinamik dengan cairan IV dan darah
Buatlah akses dengan 2 jalur intravena yang berdiameter besar (18 gauge atau lebih).
Resusitasi cairan dengan salin normal atau larutab Ringer laktat
Terapi transfusi (sampel bank darah untuk tipe dan crossmarch; dapat menggunakan golongan darah O negatif jika eksanguinis).
Identifikasi dan perbaiki koagulopati (FFP untuk menormalkan PT, trombosit tetap > 50000/mm3).
Lavase slang nasogastrik
Penatalaksanaan jalan nafas bila diperlukan
Konsultasi dengan ahli bedah digestif bila diperlukan.

Tanda-tanda prognosis buruk pada UGIB
• Demografik : Usia > 60 tahun, komorbiditas
• Beratnya : darah merah segar pada aspirat NGT,  permintaan transfusi, hemodinamik tak stabil.
• Etiologi : varises atau neoplastik
• Munculnya ulkus (dari prognosis yang terbaik hingga terburuk) : dasarnya bersih  keluar darah tanpa pembuluh yang terlihat  bekuan yang melekat erat  perdarahan aktif.

Etiologi Pilihan
Varises Farmakologi
Octreotide 50 gram bolus IV  50 g/jam infus (berhasil 84%, Lancet 342 : 637, 1993)
Vasopresin atau vasopresin + nitrogliserin (kurang manjur dan lebih banyak komplikasi)
Penyekat-β (non-selektif) dan nitrat apabila hemodinamik stabil
Non-Farmakologi
Skleroterapi endoskopi (berhasil 88%) atau band ligation (angka keberhasilan > 90%)
Octreotide + terapi endoskopik (angka keberhasilan > 95% ;
(N Eng J Med 333 : 555, 1995)
Tamponade balon apabila perdarahannya berat
Embolisasi atau TIPS apabila terapi endoskopik gagal
(N Engl J Med 333 : 165, 1994)
PUD Farmakologi
Penghambat pompa proton (N Egl J Med 336 : 1054, 1997)
Octreotide 50 gram bolus IV  50 gram/jam infus
Non-Farmakologi
Terapi endoskopi (injeksi, kontak termal, laser)
Angiografi mesenterika dengan infus vasopresin atau embolisasi
Reseksi gastrik apabila endoskopi dan terapi farmakologi gagal
Mallory-Weiss Biasanya berhenti secara spontan
Gastritis esofagus Penghambat pompa proton, antagonis H2
Penyakit divertikuler Biasanya berhenti secara spontan
Terapi endoskopi (injeksi epinefrin), vasopresin arterial atau embolisasi, pembedahan
Angiodisplasia Vasopresin arterial, terapi endoskopik, pembedahan






















DIARE
Keluarnya feses > 200 gram / hari
ETIOLOGI
Infeksi
• Akut
Toksin yang belum terbentuk (seperti : “keracunan makanan”; berlangsung < 24 jam) : S. Aureus, C. Perfrigens, B. Cereus Virus : Rotavirus, Norwalk Bakteri non-invasif Menghasilkan enterotoksin (tidak ada darah atau leukosit di feses) : E. Col enterotoksigenik Vibrio cholera : menghasilkan sitotoksin (ada darah dan leukosit di feses) : E. Coli O157 : H7, C. Difficile. Bakteri invasif (leukosit di feses dan darah (+)) : E. Coli enteroinvasif (EIEC, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, V. Parahemolyticus Parasit : Giardia, E. Histolytica Oportunistik : Crystosporidia, Isopora, Microsporidia, Cyclospora, MAC, CMV. • Kronis : Giardia, E. Histolytica, C. Difficile, organisme oportunistik. Malabsorpsi ( kesenjangan osmotik,  lemak feses,  diare dengan puasa, defisiensi vitamin larut-lemak) • Defisiensi garam empedu Pertumbuhan bakteri berlebihan (e.g., blind loop)  dekonjugasi garam empedu penyakit ileum (seperti penyakit Crohn, reseksi pembedahan)  terhentinya sirkulasi enterohepatik. • Insufisiensi pankreas • Kelainan mukosa Seliak sprue : karena reaksi usus terhadap -gliadin dalam gluten  hilangnya vili dan daerah absorpsi Pemeriksaan diagnostik : D-xylose (+); anti-gliadin (+) atau anti-endomisial absolut Penatalaksanaan : diet bebas gluten. Tropikal sprue : terjadi pada penghuni daerah tropis; penatalaksanaan dengan antibiotik, asam folat, B12. Penyakit Whipple : karena Trophyrema whippeli (basilus gram (+)); terlihat pada laki-laki kulit putih usia separuh baya. Manifestasi lainnya : demam, limfadenopati, edema, poliartritis, perubahan SSP, pigmentasi kulit abu-abu-ciklat Penatalaksanaan : pemberian antibiotik jangka panjang Limfoma usus Osmotik ( gap / kesenjangan osmotik,  lemak feses normal,  diare dengan berpuasa) • Obat-obatan : antasid, laktulosa, sorbitol • Intoleransi laktosa : kelainan mukosa primer atau sekunder, enterintis bakterial atau virus, reseksi usus sebelumnya Manifestasi klinis : kembung, flatus, rasa begah, diare Pemeriksaan diagnostik : uji napas hidrogen laktosa, atau diet bebas laktosa empiris. Penatalaksanaan : diet bebas laktosa, gunakan lactaid milk dan tablet enzim laktase. Peradangan (demam, hematokezia, nyeri abdomen) • Penyakit peradangan usus • Enteritis radiasi • Kolitis iskemik Sekretorius (Gap ostomik normal, cairan banyak, tidak ada perubahan diare setelah nothing by mounth / NPO) • Hormonal : VIP (VIPoma, Verner-Morrison), Serotonin (karsinoid), Kalsitonin (karsinoma tiroid tipe medular), Gastrin (Zollinger-Ellison), Glukagon, Substansi P, Tiroksin (Hipertiroidisme). • Ketergantungan laksatif • Adenoma vilosa • Malabsorpsi garam empedu idiopatik Motilitas • Sindroma iritabilitas usus • Skleroderma (pseudoobstruktif) • Endokrinopati : diabetes melitus, hipertiroidisme (hiperdefekasi) Langkah penanganan diare Gambar 3-4. Rencana penanganan diare akut (durasi < 3 minggu) Gambar 3-5. Langkah penanganan diare kronis (durasi > 3 minggu)






























PENYAKIT DIVERTIKULAR

DIVERTIKULOSIS
Definisi dan Patologi
• Herniasi akuisita (didapat) pada mukosa dan submukosa kolon ke dalam dinding kolon.
• Lebih sering pada sisi kiri pada sisi kanan kolon
• Mungkin sebagai akibat diet rendah serat  muskulatur kolon berkontraksi terhadap feses yang kecil dan keras.

Epidemiologi
• 20-50 % pasien di atas usia 50 tahun

Manifestasi klinis
• Biasanya asimtomatik, namun dapat mengalami komplikasi mikroperforasi (divertikulitis) atau perdarahan.

DIVERTIKULITIS
Patofisiologi
• Retensi makanan yang tak tercerna dan bakteri di dalam divertikulum  pembentukan fekalit  obstruksi  asupan darah divertikulum terganggu, infeksi, perforasi.
• Mikroperforasi ( infeksi terlokalisir) atau makroperforasi ( pembentukan abses dan / atau peritonitis).

Manifestasi klinis
• Nyeri abdomen kuadran lateral kiri, demam, mual, muntah, konstipasi



Pemeriksaan fisik
• Ringan : Nyeri kuadran lateral kiri, massa dapat diraba ±, uji darah samar (FOBT) ± (- 25)
• Berat : peritonitis, syok septik

Pemeriksaan diagnostik
• Foto polos abdomen untuk melihat adanya bebas, ileus, atau obstruksi
• CT abdomen apabila pasien gagal berespons terhadap terapi atau apabila dicurigai adanya abses perikolon
• Sigmoidoskopi / kolonoskopi merupakan kontraindikasi pada waktu akut karena tingginya risiko perforasi yang membahayakan.

Penatalaksanaan
• NPO, cairan IV, NGT (jika ileus)
• Antibiotik (spektrumnya mencakup batang gram negatif dan anaerob)
• Drainase abses perkutaneus atau pembedahan
• Pembedahan apabila terapi medikamentosa gagal, abses besar yang tidak dapat didrainase perkutaneus, atau menjadi peritonitis.

Patofisiologi
• Erosi pembuluh divertikel oleh suatu fekalit
• Divertikula lebih sering di sebelah kiri (distal) kolon; namun perdarahan divertikula biasanya pada sisi kanan (proksimal) kolon

Manifestasi klinis
• Biasanya onset kram perut yang mendadak dan diikuti dengan hematokezia yang sangat banyak (masif).
• Biasanya berhenti secara spontan (90%) namun bisa juga muncul sekali-kali dalam hitungan jam hingga hari.

Pemeriksaan fisik
• Biasanya jinak

Pemeriksaan diagnosis
• Kolonoskopi (setelah perdarahan akut terhenti dan mengikuti lavase oral) atau, pada perdarahan berat, arteriografi mesenterikus (biasanya setelah suatu sken perdarahan).

Penatalaksanaan
• Endoskopi  Injeksi epinefrin atau pengikatan; arteriografi  infus vasopresin intraarteri; pembedahan




















PENYAKIT RADANG USUS

Definisi
• Kolitis ulserativa (UC) : inflamasi idiopatik pada mukosa kolon
• Penyakit Crohn (CD) : inflamasi transmural idiopatik pada saluran pencernaan.
• Pada 5-10% pasien yang menderita kolitis tidak dapat dibedakan dengan dengan jelas apakah UC atau CD walaupun dengan biopsi mukosa.

Diagnosis Banding
• Infeksi bakteri, pseudomembranosa, amuba, CMV, PMS
• Usus iskemik
• Limfoma atau karsinoma usus
• Irritable bowel syndrome
• Obat-obatan (NSAID, pil kontrasepsi oral, preparat emas, alopurinol)

KOLITIS ULSERATIVE
Epidemiologi
• Onset pada kisaran usia 20-25 tahun, insiden  pada ras kaukasoid, terutama suku bangsa Yahudi; 10% bersifat familial

Patologi
• Luasnya : meliputi rektum dan meluas ke proksimal dan organ-organ yang berdekatan; 50% pasien menderita proktosigmoiditis, 30% kolitis kolon sisi kiri, dan 20% kolitis ekstensif.
• Tampilan : mukosa granular, rapuh dengan ulkus kecil; terdapat pseudopolip
• Biopsi : Mikroulserasi superfisialis; abses kripta (PMN); tidak ada granuloma



Manifestasi klinis
• Diare berdarah yang menyolok, kram abdomen bagian bawah dan urgensi
• Kolitis fulminan : berjalan progresif cepat sekitar 1-2 minggu dengan  hematokrit,  LED, demam, hipotensi, > 6 x BAB berdarah tiap hari, distensi abdomen dengan bising usus yang menghilang.
• Megakolon toksik : dilatasi kolon (> 6 cm pada KUB), atonia kolon, dan toksisitas sistemik.
• Perforasi
• Ekstrakolon (25%)
Eritema nodosum, pioderma gangrenosum, ulkus aftosa, iritis, episkleritis, gangguan tromboembolik.
Artritis seronegatif, hepatitis kronis, sirosis, kolangitis sklerotikans, kolangiokarsinoma.

Komplikasi
• Striktur (jarang, muncul pada rektosigmoid)
• Karsinoma kolon : setelah 10 tahun, risiko  1% / tahun; skrining dengan kolonoskopi tiap tahunnya.

Prognosis
• Remisi pada 10%; eksaserbasi intermiten sebanyak 75%; penyakit aktif berlanjut sebanyak 10%.
• Mortalitas

PENYAKIT CROHX
Epidemiologi
• Bimodus dengan puncak pada usia 20 dan 50-70 tahun; insiden  pada ras kaukasoid, terutama suku bangsa Yahudi.


Patologi
• Luasnya penyakit dapat mengenai bagian manapun dari slauran cerna, dari mulut hingga anus, skip lesions 30% pasien mengalami ileitis, 40% ileokolitis, dan 30% kolitis.
• Tampilan : ulkus > 1 cm, mukosa tidak rapuh, tampilan “cobblestone”, fisura panjang dan dalam.
• Biopsi : inflamasi trnasmural dengan infiltrasi sel mononuklear, granuloma non-kaseosa, fisura.

Manifestasi klinis
• Penyakit terkesan ringan dengan nyeri abdomen, diare berdarah non-makroskopik yang mengandung mukus.
• Demam, ,malaise, penurunan berat badan
• Albumin , ESR , Hematokrit  karena defisiensi Fe B12, asam folat, atau penyakit kronis.
• Ekstrakolon : sama dengan kolitis ulserastiva, ditambah batu empedu (karena malabsorpsi garam empedu) dan batu ginjal (batu Ca oksalat karena malabsorpsi lemak yang menyebabkan peningkatan absorpsi oksalat)

Komplikasi
• Fisura perianal, abses perirektal
• Striktur : rasa kembung setelah makan, distensi, borborygmi
• Fistula : abses, pertumbuhan bakteri berlebihan dan malabsorpsi
• Abses : demam, menggigil, massa di abdomen yang nyeri bila ditekan, leukosit .
• Karsinoma : usus halus dan kolon; risiko sama dengan kolitis ulserativa apabila keseluruhan kolon terkena; skrining dengan kolonoskopi.



PENATALAKSANAAN
Terapi simtomatik dan diet
• Suplemen serat (kecuali gejala obstruktif pada penyakit Crohn)
• Tidak mengkonsumsi kafein dan sayur yang menghasilkan gas
• Percobaan diet bebas laktosa pada penyakit Crohn
• Antidiare dan antispasmodik kecuali pada serangan akut

Remisi
• Senyawa 5-ASA (formulasi yang cocok untuk mengobati daerah yang terkena) ± azatioprin atau 6- merkaptopurin.

Pembedahan
• Kolitis ulserativa (25% dari seluruh pasien) : terapi medikamentosa gagal, perdarahan, perforasi, striktur, kolitis fulminan atau megakolon toksik yang gagal berespons dalam 48-72 jam setelah diberikan terapi medikamentosa, displasia atau karsinoma.
• Penyakit Crohn (75% dari seluruh pasien) : terapi medikamentosa gagal, kebutuhan steroid kronis, striktur, fistula, abses, karsinoma.













Penatalaksanaan Serangan Akut
Beratnya Pilihan
Ringan Senyawa 5-ASA
Sulfasalazin (5-ASA + struktur yang berasal dari sulfa) : azoreduktase bakteri melepaskan 5-ASA dalam kolon.
Mesalamin (5-ASA pada berbagai tingkat kesensitifannya terhadap pH atau kapsul-kapsul yang time-dependent)
Asakol : larut pada pH 7,0  5-ASA yang dilepaskan pada usus halus terminal dan kolon
Pentasa : 5-ASA dilepaskan ke seluruh usus halus dan kolon
Olsalazin (5-ASA dimer) : terpecah di dalam kolon
+ Metronidazol apabila terdapat penyakit Crohn perianal
Sedang Steroid oral
+ Azatioprin, 6-merkaptopurin, atau metotreksat pada penyakit Crohn
Berat Steroid intravena + siklosporin + Ab anti TNF- (untuk penyakit Crohn yang refrakter)
Usus diistirahatkan, obat pilihan anti-diare, TPN, antibiotik
Pemeriksaan abdomen serial dan radiografi / CT untuk menentukan dilatasi, perforasi, atau abses.
Dekompresi pada megakolon toksik (Pasien berguling dari sisi ke sisi dan ke arah abdomennya)
(Med Clin North Am78 : 1413, 1994)












ISKEMIK MESENTERIKA

Etiologi akut pada usus halus
• Emboli arteri (50%) : dari LA (AF) atau LV ( EF)
• Trombosis Arteri (20%) : biasanya pada tempat aterosklerosis yang sebelumnya ada, sering berasal dari arteri.
• Iskemia mesenterikus non-oklusif (20%) : curah jantung yang rendah + agen -adrenergik dosis tinggi.
• Trombosis vena (10%) : keadaan hiperkoagulasi, hipertensi portal, keganasan, peradangan (pankreatitis, peritonitis), trauma, pembedahan.

Kolitis iskemik
• Non-oklusif, dengan curah jantung yang diperberat oleh aterosklerosis yang sebelumnya sudah ada.

Manifestasi klinis
• + Riwayat tanda-tanda iskemia mesenterikus kronis : nyeri perineumbikalis setelah makan, cepat kenyang.
• Akut; onset mendadak nyeri abdomen, lebih nyeri dibandingkan saat pemeriksaan fisik pada abdomen.
• Subakut : onset mual yang meningkat bertahap, muntah, anoreksia, perubahan pola defekasi.
• GIB

Pemeriksaan fisik
• Mungkin tidak ada tanda yang jelas
• Infark mesenterium yang dicurigai karena adanya nyeri tekan di abdomen  tanda-tanda pada peritoneum  distensi, hilangnya bising usus, nyeri tekan yang sangat hebat, uji darah samar (+).

Pemeriksaan diagnostik
• Evaluasi laboratorium : Hitung leukosit , amilase , LDH dan CPK; asidosis metabolik dan  laktat (lambat).
• Pemeriksaan pencitraan
Foto polos abdomen : ileus adinamik
USG doppler (sering sulit karena distensi usus) : mungkin menunjukkan aliran mesenterikus yang abnormal.
CT abdomen : penebalan dinding usus, pneumatosis dinding usus
Angiografi : merupakan pemeriksaan baku (gold standar)

Penatalaksanaan
• Penggantian volume cairan dan mengoptimalkan hemodinamik, menghentikan agen -adrenergik bila memungkinkan.
• Antibiotik
• Infus agen trombolitik intraarteri untuk emboli arteri akut
• Antikoagulan untuk trombosis vena
• Infus papaverin intraarteri untuk iskemia mesenterikus non-oklusif
• Pembedahan : embolektomi untuk emboli arteri akut; reseksi usus yang terkena infark mesenterikus.

Prognosis
• Mortalitas 20-70%








PANKREAS AKUT

Etiologi
• Umumnya : Alkohol dan batu empedu
• Jarang
Obstruksi (tumor pada ampula atau pankreas, divisum pankreas dengan stenosis papila minor).
Metabolik (hipertrigliseridemia, hiperkalsemia)
Obat-obatan (furosemid, tiazid, sulfa, didanosin, penghambat protease, estrogen, azatioprin).
Infeksi (echovirus, Coxsackievirus, mumps, rubela, EBV, CMV, HIV, HAV, HBV).
Trauma (trauma tumpul abdomen, pasca ERCP)
Sengatan kalajengking (di Trinidad)

Manifestasi klinis
• Nyeri abdomen di midepigastrium, menyebar ke punggung, hilang bila posisi duduk condong ke arah depan.
• Mual dan muntah
• Demam

Pemeriksaan fisik
• Nyeri tekan dan nyeri lepas di daerah abdomen, bising usus  (ileus adinamik), massa abdomen dapat dipalpasi +.
• Apabila berat : tanda Cullen (periumbilikalis) atau Grey Turner (bokong) menunjukkan adanya perdarahan retroperitoneum.
• Hipotensi atau syok +




Pemeriksaan diagnostik
• Laboratorium :  amilase dan  lipase
Bergantung tingkat keparahannya : leukosit , hematokrit , BUN , Ca , glukosa , uji fungsi hepar + .
• Pemeriksaan pencitraan : CT abdomen merupakan terpilih (namun akan tampak normal pada lebih dari 28% kasus ringan)
Suntikan cepat kontraksi IV + (CT dinamik) untuk menilai integritas mikrosirkulasi dan mendeteksi nekrosis dapat menunjukkan kalsifikasi apabila terdapat pankreatitis kronis.
• Drainase abses yang dipandu CT atau aspirasi jarum halus pada nekrosis pankreas.
• Endoscopic retrograde cholangiopancreatograpgy (ERCP) : secara umum bukan indikasi kecuali pada pankreatitis karena batu empedu dengan obstruksi biliaris (lihat dibawah).

Penatalaksanaan
• Terapi suportif
Resusitasi cairan (mungkin perlu hingga 10 L/hari apabila terjadi pankreatitis yang menyebabkan gangguan hemodinamika yang berat.
Analgetik dengan meperidin
Penggantian elektrolit
• Sisa pankreas NPO : penyedotan pada NG jika mual dan muntah proyektil; pemberian octreotide pada kasus-kasus yang berat.
• Antibiotik : imipenem pada pasien yang mengalami nekrosis
• ERCP apabila pankreatitis disebabkan batu empedu dengan obstruksi biliaris

Komplikasi
• Sistemik : syok, ARDS, gagal ginjal, perdarahan saluran cerna.
• Metabolik : hipokalsemia, hiperglikemia, hipertrigliseridemia

• Pseudokista (10-20%)
Dicurigai bila terdapat nyeri persisten atau peningkatan enzim amilase atau lipase yang persisten kebanyakan sembuh secara respon spontan; apabila menetap > 6 minggu dan disertai rasa nyeri  drainase internal atau perkutaneus.
• Pankreatik nekrotikans : tangani secara konservatif selama mungkin, pembedahan dilakukan apabila pasien tetap tidak stabil.
• Infeksi (5%) : demam peningkatan leukosit
Abses pankreas : antibiotik + drainase (jika mungkin di pandu dengan CT)
Pankreatik nekrotikans terinfeksi (aspirasi  kultur bakteri (+)) : antibiotik + debrideman secara pembedahan (mortalitas 100% tanpa debrideman yang ekstensi / luas).
Asites pankreatik atau efusi pleura : menunjukkan disrupsi duktus pankreatikus; pertimbangan ERCP dengan penempatan stent menyilang duktus.
Kriteria Ranson
Pada diagnosis Pada 48 jam
Usia > 55 tahun Hematokrit  > 10 %
Jumlah leukosit > 16.000/mm3 BUN  > 5 mg/dl
Glukosa > 200 mg/dl Defisit basa > 4mEq/L
AST > 250 U/L Ca < 8 mEq/L LDH > 350 U/L PO2 < 60 mmHg Sekuestrasi cairan > 6 L
Prognosis
#Kriteria Mortalitas
< 2 < 5 % 3 – 4 15 – 20 % 5 – 6 40 % > 7 > 99 %
(Am J Gastroenterol 77 : 663, 1982)
UJI HEPAR ABNORMAL

Uji fungsi hepar
• Albumin : petanda umum untuk sintesis protein hepar. Menurun secara perlahan pada gagal hepar.
• Waktu protrombin (PT) : bergantung pada sintesis faktor pembekuan I, II, V, VII, X; karena waktu paruh beberapa faktor pembekuan ini pendek, peningkatan PT dapat terjadi dalam hitungan jam setelah terjadi disfungsi hepar.
• Bilirubin : produk metabolisme heme di dalam hepar; baik tak terkonjugasi (indirek) ataupun terkonjugasi (direk).

Uji hepar abnormal pada cedera
• Aminotransferase (AST, ALT) : enzim-enzim intraselular
ALT spesifik terhadap hepar; AST ditemukan dalam hepar, jantung, muskulo skeletal, ginjal, dan otak; aminotransferase berupa LDH nonspesifik dilepaskan (dan menjadi meningkat kadarnya) pada nekrosis dan peradangan hepar.
ALT > AST  hepatitis virus ; AST : ALT > 2 : 1  hepatitis alkoholik, LDH   hepatitis iskemik.
• Fosfatase alkali (AP) : enzim yang terikat pada membran kanikular hepar
Selain di hepar, juga ditemukan di tulang, usus, dan plasenta
Untuk menginformasikan enzim ini berasal dari hepar adalah dengan : fraksinasi panas : (“hepar hidup, tulang terbakar”),  5’-NT atau  GGT.
 kadar terlihat pada obstruksi biliaris (seperti : batu) atau kolestasis intrahepatik (seperti : infiltrasi hepatik)

Pola-pola pada cedera hepar
• Hepatoselular : aminotransferase ,  bilirubin atau AP +
 aminotransferase (> 1000) : hepatitis virus, overdosis asetaminofen, dan iskemia.
• Kolestasis :  AP dan bilirubin,  aminotransferase +
• Hiperbilirubinemia terpisah :  bilirubin, AP dan aminotransferase yang mendekati normal.
• Infiltratif : AP , bilirubin atau aminotransferase +

Gambar 3-6. Pendekatan uji hepar abnormal dengan pola hepatoselular










Gambar 3-7. Pendekatan uji hepar abnormal dengan pola kolestatik











Gambar 3-8. Pendekatan uji hepar abnormal dengan hiperbilirubinemia yang terpisah












Gambar 3-9. Pendekatan uji hepar abnormal dengan pola infiltratif
















HEPATITIS

Hepatitis A
• Penularan : rute orofekal; makanan, air, susu dan kerang yang tercemar; pusat perawatan harian dalam keadaan terjangkit wabah.
• Inkubasi : 2-6 minggu
• Kronis : tidak ada
• Diagnosis : hepatitis akut = 1gM anti-HAV (+); pernah terpajan = anti-HAV (+), 1gM anti HAV-

Hepatitis B
• Penularan : perkutaneus, seksual, perinatal
• Inkubasi : 2-6 bulan
• Sindrom ekstrahepatik : poliartritis nodosa, glomerulonefritis membranosa
• Kronisitas : < 10% • Serologi : HbsAg : muncul sebelum gejala; digunakan untuk skrining pendonor darah HbeAg : bukti replikasi virus dan  infektivitas IgM anti-HBc : Antibodi yang pertama kali muncul : menunjukkan infeksi akut IgG anti-HBc : menunjukkan infeksi HBV sebelumnya (HbsAg-) atau infeksi HBV yang sedang berlangsung (HbsAG +) Anti-HBe : menunjukkan penghentian replikasi virus, infektivitas  Anti-HBs : menunjukkan resolusi penyakit akut dan kekebalan (petanda tunggal setelah vaksinasi) HBV DNA : muncul dalam serum yang berhubungan dengan replikasi virus aktif di dalam hepar. Gambar 3-10. Perjalanan serologik infeksi hepatitis virus B akut (Atas izin dari Hoofnage, J.H. dan Schafer, D.F. Serologic markers of hepatitis B virus Infection Semin Liver Dis 6 : 1-10, 1986) • Diagnosis Diagnosis HBsAG Anyi-HBs Anti-HBc Hepatitis akut  - IgM Riwayat pajanan -  IgG Hepatitis kronis  + IgG Imunisasi -  - • Penatalaksanaan untuk penyakit kronis (HbsAg (+), HBV DNA (+), ALT) IFN--2b (N Engl J Med 323 : 295, 1990) atau lamuvidine (N Engl J Med 333 : 1657, 1995) hilangnya petanda replikasi virus dan normalisasi uji fungsi hepar pada 20-40%. Transplantasi hepar : 80-100% reinfeksi dan hasilnya sering buruk kecuali bila diberikan HBIG atau lamuvidine. Hepatitis C • Penularan : perkutaneus > > seksual;  20% tanpa suatu pencetus yang jelas
• Inkubasi : 1-3 bulan
• Sindrom ekstrahepatik krioglobulinemia, porfiria kutaneus tarda, MPGN (glomerulonefritis membranoproliferatif), limfoma.
• Perjalanan penyakit
Infeksi akut : ikterus pada 25%, subklinis pada 75%, hepatitis fulminan pada < 1%. Kronis : 80% berkembang menjadi hepatitis kronis, 20-30% dari yang berkembang menjadi sirosis (setelah  20 tahun), karsinoma hepatoselular berkembang menjadi 2-5% sirosis tiap tahunnya (biasanya setelah 30 tahun). • Serologi Anti-HCV (ELISA) :  dalam waktu 6 minggu hingga 6 bulan HCV RIBA : digunakan untuk mengkonfirmasi anti-HCV-ELISA  pada pasien dengan kemungkinan kecil infeksi HCV. HCV RNA : petanda infeksi aktif • Diagnosis : hepatitis akut =  HCV RNA, anti HCV +; hepatitis kronis = anti-HCV dan HCV RNA . • Penatalaksanaan : (pasien dengan  ALT dan peradangan aktif pada biopsi terhadap seluruh pasien; JAMA 280 : 2088, 1998) IFN--2b  20% laju respons bertahan (N Engl J Med 321 : 1501 dan 1506, 1989). IFN + ribavirin  - 40% laju respons bertahan (N Engl J Med 339 : 11485 dan 1493, 1998) transplantasi hepar : 100% terinfeksi kembali, namun biasanya ringan. Hepatitis D • Penularan : perkutaneus atau seksual • Patogenesis : memerlukan fungsi pembantu infeksi HBV untuk menimbulkan baik infeksi spontan maupun superimposisi. • Perjalanan penyakit : hepatitis yang lebih berat, perubahan ke arah sirosis yang lebih cepat • Diagnosis : anti-HDV Hepatitis E • Penularan : oro-fekal; wisatawan ke Pakistan, India, Asia Tenggara, Afrika, dan Meksiko. • Perjalanan penyakit : hepatitis akut dengan mortalitas yang meningkat (10-20%) selama kehamilan. • Diagnosis : IgM anti-HEV (melalui CDC) Virus-virus lain : (CMV, EBV, HSV, VZV) AUTOIMUN Klasifikasi (N Engl J Med 334 ; 897, 1996) • Tipe 1 : Antibodi anti-otot polos (ASMA), ANA; 2/3 perempuan; penyakit tiroid autoimun +, atau RA. • Tipe 2 : mikrosom tipe 1 anti-hepar/ginjal (anti-LKM1) • Tipe 3 : antigen hepar anti-larut (anti-SLA) Sindrom Tumpang-tindih • Hepatitis autoimun + sirosis biliaris primer atau kolangitis sklerosis primer Penatalaksanaan • Prenison + azatioprin  80% remisi; 50-90% relaps saat penghentian, memerlukan terapi jangka panjang. PENYEBAB LAIN HEPATITIS ATAU HEPATOTOKSISITAS Hepatitis alkoholik • Kadar aminotransferase biasanya < 300-500 dengan rasio AST : ALT > 2 : 1, sebagian karena adanya defisiensi B6 yang terjadi bersamaan.
• Pengobatan : diindikasikan jika fungsi diskriminan > 32 atau ensefalopati (tanpa GIB atau infeksi)
Fungsi diskriminan = [4,6 x (PT-kontrol)] + bilirubin total (mg/dl)
Prednison 40 mg per oral 4 kali sehari selama 1 bulan (N Engl J Med 326 : 507, 1992).

Hepatotoksisitas asetaminofen
• Patofisiologi : metabolisme normal melalui glukuronidasi dan sulfasi  metabolit nontoksis;
Over dosis  hidroksilasi N oleh sitokrom P450  senyawa reaktif elektrofilik yang disimpan oleh glutation sampai jenuh  hepatotoksisitas.
• Pengobatan : N-asetilsestein : diberikan sampai 36 jam setelah konsumsi obat jika kadar asetaminofen sudah  (sehingga kadar puncak tidak diketahui).
Regimen : dosis pembebanan 140 mg/kg setiap 4 jam sebanyak 17 kali dosis tambahan.

Obat-obat dan toksin lain yang dapat menyebabkan hepatitis
• Amidaron, azol, statin, INH, metildopa, fenitoin, sulfonamid, tetrasiklin
• Halotan, CCI4
• Jamur racun (Amanita phalloides)

Hepatitis iskemik : “syok hepar” dengan aminotrasferase > 1000 dan LDH 

Stetohepatitis non-alkoholik (NASH)
• Perubahan lemak dan peradangan dalam hepar bukan pada waktu penggunaan alkohol.
• Berhubungan dengan obesitas, hiperlipidemia, diabetes melitus, dan sindrom Cushing.

Gambar 3-11. Nomogram toksisitas asetaminofen













(Apabila kadar asetaminofen didapatkan > 4 jam setelah lajak takar (over dosis) turun hingga di atas garis pengobatan, berikan asetilsistein untuk keseluruhan waktu pemberian. Diadaptasi dari Arch Int Med 141 : 382, 1981 dan Guidelines for the Management of Acute Acetaminophen Overdose atas izin McNeil, 1999)










GAGAL HATI AKUT

Definisi
• Penyakit hepar akut + koagulopati + ensefalopati
• Fulminan = berkembang dalam 8 minggu; subfulminan = berkembang antara 8 minggu hingga 6 bulan.

Etiologi
• Virus ( 60%)
HAV (0,35% infeksi akut), HBV (1%), HCV (< < 1%), HDV (10%), HEV (jika hamil). HSV (penjamu mengalami gangguan kekebalan), EBV, CMV, adenovirus, paramiksovirus, parvovirus B19. • Obat-obatan / Toksin ( 20%) Asetaminofen Obat lain : fenitoin, INH, rifampin, sulfonamid, tetrasiklin, amidaron, propiltiourasil. Toksin : hidrokarbon terfluorinasi, CCI4 Amanita phalloides • Vaskular : hepatitis iskemik, sindrom Budd-Chiari, VOD hepatik, infiltrasi malignan. • Hepatitis autoimun • Lain-lain : penyakit Wilson, perlemakan hepar akut pada kehamilan, sindrom HELLP, sindrom Reye. • Idiopatik ( 20%) Manifestasi klinis • Neurologik Asteriksis Ensefalopato : Derajat I = perubahan status mental; derajat II = letargi, konfusi, derajat III = stupor, derajat IV = koma. Edema serebral  refleks Cushing (hipetensi + bradikardi), dilatasi pupil, posisi deerebrasi, apnu. • Kardiovaskular : hipotensi dengan SVR yang rendah • Paru : alkalosis respiratorik, asupan O2, perifer yang terganggu, ARDS • Saluran cerna : GIB, pankreatitis • Ginjal : nekrosis tubular akut (ATN), sindrom hepatorenal, hiponatremia, hipokalemia, hipofosfatemia. • Hematologi : koagulopati (karena  sintesis faktor pembekuan darah + DIC) • Infeksi : terlihat pada 90% pasien; SBP pada 32% pasien; demam dan leukositosis mungkin tidak dijumpai. • Endokrin : hipoglikemia Rencana penanganan • Serologi virus • Skrining toksikologi (kadar asetaminofen tiap 1-2 jam hingga puncaknya ditentukan) • Pemeriksaan pencitraan (USG pada abdomen kuadran kanan atas atau CT abdomen, pemeriksaan doppler terhadap vena porta dan hepatika). • Uji lainnya : serologi autoimun, seruloplasmain dan tembaga dalam urin • Biopsi hepar (kecuali ada koagulopati) Penatalaksanaan • Perawatan setingkat ICU yang potensial meliputi pengawasan dan perawatan ICP, hemodinamik dan alat bantu ventilator, anti-koagulopati, pengawasan dan penanganan secara agresif terhadap infeksi, tetesan D10 untuk hipoglikemia, dan lain-lain. • Penatalaksanaan penyebab spesifik (N-asetilsistein untuk asetaminofen, kortikosteroid terhadap hepatitis autoimun, terapi khelasi terhadap penyakit Wilson, dan lain-lain) • Transplantasi hepar jika prognosisnya buruk (lihat dibawah) Prognosis • Kelangsungan hidup 10-50% • Perkiraan hasil akhir yang buruk (Gastroenterology 97 : 439, 1989) Usia > 40 tahun; penyebabnya selain asetaminofen, HAV dan HBV
Ensefalopati derajat III atau IV (onset > 7 hari setelah onset ikterus), PT > 50, bilirubin > 17,5.
• Daya tahan hidup 1 tahun setelah transplantasi hepar adalah > 60%.



















SIROSIS

Definisi
• Definisi : regenerasi fibrosis dan nodular yang berasal dari cedera hepatoselular.

Etiologi
• Alkohol
• Hepatitis virus (Infeksi HBV, HCV, HDV kronis)
• Hepatitis autoimun (perempuan, IgG , ANA , Ab-otot polos)
• Penyakit metabolik : hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi 1-antitripsin.
• Penyakit traktus biliaris : sirosis biliaris primer, sirosis biliaris sekunder (kalkulus, neoplasma, striktura, atresia biliaris), kolangitis sklerosis primer.
• Penyakit vaskular : sindrom Budd-Chiari, gagal jantung sisi kanan atau perikarditis konstriktif

Manifestasi klinis
• Mungkin subklinis akan muncul sebagai disfungsi hepar yang progesif, hipertensi portal, atau keduanya.

Pemeriksaan fisik
• Hepar : membran, dapat dipalpasi, berbatas tegas, nodular  menyusut dan nodular.
• Tanda gagal hepar : ikterus, telangiektaris, eritema plamaris, kontraktur Dupuytren, bantalan kuku proksimal berwarna putih (kuku Terry), ginekomastia, atrofi testis, asteriksis, ensefalopati, fetor hepatikus.
• Tanda hipertensi portal : splenomegali, asites, vena abdominal superfisialis yang berdilatasi (kaput medusa).

Langkah Penanganan
• USG abdomen : ukuran hepar, melihat adanya karsinoma hepatoselular, asites, menilai patensi vena porta, splenikus dan hepatika.
• Serologi hepatitis (HbsAg, anti HBs, anti-HCV), pemeriksaan hepatitis autoimun (IgG, ANA, Ab anti-otot polos), pemeriksaan Fe (saturasi Fe, feritin), seruloplasmin, tembaga urine, 1AT, Ab anti-mitokondrial, ekokardiogram (jika berkenaan dengan gagal jantung sisi kanan).
• Biopsi hepar (perkutaneus atau transjugularis)
• AFP

Komplikasi
• Hipertensi portal : aasites, peritonitis bakterialis spontaneus, varises, UGIB
• Ensefalopati hepatik : kegagalan hepar melakukan detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH, dan sejenisnya) yang dicetuskan dengan  kadar NH3 yang terlihat dengan asupan protein yang berlebihan, konstipasi, GIB, infeksi, azotemia, hipokalemia, gagal hepar, HCC, pirau portosistemik, hipotensi, alkalosis.
Penatalaksanaan : pembatasan asupan protein, laktulosa (pengawasan kolon yang menjadikan NH3  NH4¬+; perubahan flora usus   organisme yang menghasilkan NH3), neomisin, flumazenil.
• Sindrom hepatorenal : azotemia dan oluguria progesif, UNa < 10 mEq/L, tidak ada respons terhadap pemberian cairan intravena (IVF). Pencetus : GIB, diuresis berlebihan, parasentesis, aminoglikosida, NSAID • Sindrom hepatopulmonal : hipoksemia )+ plapnu-ortodeoksia) karena pirau AV paru. • Gagal hepar : dicetuskan karena kerusakan hepar yang lebih lanjut atau stresor sistemik (infeksi, pembedahan). • Infeksi • Karsinoma hepatoselular : pertimbangkan apabila ukuran hepar , asites dan nyeri abdomen , ensefalopati , berat badan , AFP , atau nodul hepatik pada USG atau CT. Klasifikasi Modifikasi Child-Pugh Nilai Skor 1 2 3 Asites Tidak ada Mudah diatasi Sulit diatasi Ensefalopati Tidak ada Derajat I atau II Derajat III atau IV Bilirubin (mg/dl) < 2,0 2, 0-3,0 > 3,0
Albumin (g/dl) > 3,5 2, 8-3,5 < 2,8 PT (memanjang) < 4 4 – 6 > 6
Klasifikasi
A B C
Jumlah keseluruhan 5 – 6 7 – 9 10 – 15
(Birt J surg 60 : 646, 1973)

Tranplantasi Hati
• Indikasi : ensefalopati berat atau rekurens, asites reprakter, peritonitis bakterial spontan (SBP), perdarahan varises rekurens, bilirubin > 10 mg/dl, albumin < 3 g/dl, PT > 3 detik di atas kontrol.
• Kontraindikasi : HIV, penyalahgunaan substansi akut, sepsis, keganasan (ekstrahepatik), komorbiditas berat.
• Daya tahan hidup 1 tahun hingga lebih dari 90%, daya tahan hidup 5 tahun mencapai lebih dari 80%.

ETIOLOGI SIROSIS YANG KURANG SERING
Hemakromatosis
• Definisi : gangguan kelebihan tembaga yang diturunkan secara resesif autosomal.
• Epidemiologi : 1 dalam 300, biasanya pada laki-laki usia pertengahan
• Manifestasi klinis tambahan : kulit berwarna perunggu, diabetes melitus, artritis, gagal jantung.
• Pemeriksaan diagnostik : saturasi zat besi  (> 60% pada laki-laki, > 50% pada perempuan),  feritin, indeks besi hepar > 1,9, mutasi gen HFE.
• Penatalaksanaan : flebotomi, deferoksamin, konseling genetik.

Penyakit Wilson
• Definisi : gangguan kelebihan tembaga yang diturunkan secara resesif autosomal.
• Epidemiologi : 1 dalam 30000-50000, biasanya manifestasi dimulai sebelum usia 30 tahun.
• Manifestasi klinis tambahan : gangguan neuropsikiatrik, cincin Kayser-Fleischer.
• Pemeriksaan diagnostik : tembaga di urine, seruloplasmin serum , kandungan tembaga di hepar > 250 gram/g berat kering.
• Penatalaksanaan : terapi khelasi dengan penisilinamin, trientin; seng oral apabila preimtomatik atau hamil.

Defisien 1-antitripsin (1-AT)
• 1-AT yang abnormal  polimerisasi di hepar (sirosis) & protase yang tak terkontrol di paru (emfisema).
• Manifestasi klinis tambahan : emfisema
• Pemeriksaan diagnostik : tidak ada globulin 1-AT pada SPEP, badan inklusi  dengan pewarnaan PAS pada biopsi hepar..
• Penatalaksanaan : transplantasi hepar (untuk penyakit hepar) dan penggantian 1-AT (terhadap penyakit paru).

Sirosis biliaris primer (PBC, Primary Biliary Cirrhosis)
• Definisi : destruksi autoimun atau duktus biliaris intrahepatik

• Epidemiologi : perempuan usia pertengahan, familial, bersamaan dengan penyakit autoimun.
• Manifestasi klinis tambahan : fatigue, pruritus, malabsorpsi lemak
• Pemeriksaan diagnostik : AP , bilirubin , An anti-mitokondrial (AMA)  pada 95%, kolesterol .
• Penatalaksanaan : asam ursodeoksikolat; vitamin yang larut dalam lemak; kolestiramin untuk pruritus, transplantasi.

Kolangitis sklerosis primer (PSC, Primary Sclerosing Cholangitis)
• Definisi : kolestatis idiopatik dengan fibrosis pada duktus biliaris intra dan ekstrahepatik.
• Epidemiologi : laki-laki muda (usia 20-50 tahun), berhubungan dengan IBD pada 70% kasus (UC > > CD).
• Manifestasi klinis : pruritus, demam, keringat malam, nyeri kudran kanan atas, kolangiokarsinoma.
• Pemeriksaan diagnostik : bilirubin , AP , p-ANCA  pada 70%, ERCP  striktur duktus biliaris berbercak multifokal.
• Penatalaksanaan : asam ursodeoksikolat, kolestiramin, vitamin yang larut dalam lemak, pemasangan stent pada striktur duktus biliaris yang dominan, transplantasi hepar (risikonya adalah adanya kemungkinan terjadi striktur duktus biliaris pasca transplantasi).









ASITES

Etiologi
• Yang berhubungan dengan hipertensi portal (SAAG > 1,1)
Sinusoid
Sirosis (81% kasus)
Peritonitis bakterial spontan (SBP)
Hepatitis
Metastasis masif pada hepar
Karsinoma hepatoseluler
Pasca-sinusoid
Perikarditis konstriktif
Gagal jantung kongestif sisi kanan
Insufisiensi trikuspid
Budd-Chiari (trombosis vena hepatika)
Penyakit oklusi vena
Pre-sinusoid (kadang-kadang menyebabkan asites)
Trombosis vena spenikus atau porta
Skistosomiasis
• Yang tidak berhubungan dengan hipertensi portal (SAAG < 1,1) Peritonitis TB, ruptur viskus (amilase ) Karsinomatosis peritonii Pankreatitis (amilase ) Vaskulitis • Lain-lain : sindrom Meig, miksedema, sindrom nefrotik, enteropati akibat kehilangan protein. • Chylous : limfoma, TB, trauma Patofisiologi • Teori “Underfill” : hipertensi portal  transudasi cairan ke dalam peritoneum   volume plasma  retensi Na di ginjal. • Teori “Overflow” : refleks hepatorenal  retensi Na • Teori vasodilatasi perifer : hipertensi portal  vasodilatasi sistemik (karena lepasnya nitrat oksida)   efektivitas volume arteri  retensi Na di ginjal. • Hipoalbuminemia  penurunan tekanan onkotik serum •  produksi limfe hepatik Langkah-langkah penatalaksanaan • Deteksi : pemeriksaan fisik (pekak alih, gelombang cairan) memiliki sensitivitas 60%; USG mendeteksi apabila > 100 cc.
• Gradien albumin serum asites (SAAG); akurasi > 95%; Ann Intern Med 117 : 215, 1992) > 1,1 g/dl  berhubungan dengan hipertensi portal ; < 1,1 g/dl  tidak berhubungan dengan hipertensi portal. • Protein total cairan asites (AFTP, akurasi 50%); < 2,5 g/dl  “transudat”; > 2,5 g/dl  “eksudat”
SBP (proses “eksudasi”) : SAAG < 1,1 namun AFTP < 2,5 g/dl Asites karena jantung (proses-proses transudatif) : SAAG > 1,1 tapi AFTP > 2,5 g/dl sehingga AFTP berguna apabila SAAG > 1,1 untuk membedakan sirosis ( AFTP) dengan asites karena jantung (AFTP )
• Apabila terdapat hipertensi portal pikirkan uji fungsi hepar, USG di abdomen kuadran kanan atas, pemeriksaan doppler pada vena porta, splenikus dan hepatikus, ekokardiogram + kateterisasi jantung kanan (apabila tanda-tanda gagal jantung sisi kanan), biopsi hepar.
• Singkirkan infeksi : hitung jenis (perlakukan seperti pada peritonitis apabila neutrofil > 220 – 500/l), pewarnaan gram dan kultur (+ BTA) + inokulasi bangsal terhadap botol-botol kultur darah (hasil 85%).
• Uji lain sesuai indikasi (seperti : amilase, sitologi)




Penatalaksanaan
• Asupan Na  (1-2 g/hari); tirah baring, pembatasan cairan bila hiponatremik
• Diuretik (efektif pada 90% kasus)
Spironolakton (mulai dengan 100 mg PO 4 x 1) + furosemid (mulai dengan 40 mg PO 4 x 1)
Tujuan : membuat diuresis  1 L/hari (biasanya tubuh tidak mampu mereabsorpsi asites dengan kecepatan > 1 L/hari).
• Parasentesis terapeutik
Indikasi bila pasien dispnu atau merasa sangat tidak nyaman
Keluarkan 4-6 liter; + albumin pengganti (sedikit abnormalitas kimiawi asimtomatik; tidak ada perubahan mortalitas).
• Parasentesis terapeutik pasien rawat jalan
• Pirau portosistemik intrahepatik transjugular (TIPS) : > 75% resolusi asites, namun > 15% menjadi ensefalopati.
• Transplantasi hepar, bila memenuhi syarat.

Peritonitis bakterial
• Definisi
Tipe Hitung sel asites/mm3 Kultur asites
Steril < 250 PMN - Peritonitis bakterial spontan > 250 PMN  (satu organisme)
Asites neutrositik kultur negatif (CCNA) > 250 PMN -
Bakterasites non-neutrositik (NNBA) < 250 PMN  (satu organisme) Sekunder > 250 PMN  (polimikroba)
Berhubungan dengan dialisis peritoneum > 100 dengan predominan PMN 

• Peritonitis Bakterial Spontan
Epidemiologi : terjadi pada 19% sirosis; faktor risiko : AFTP < 1,0 g/dl, serum bilirubin > 2,5 mg/dl.
Manifestasi klinis : demam, nyeri abdomen, nyeri tekan dan nyeri lepas, perubahan status mental, tanda klinis mungkin kurang dipercaya, karena memiliki ambang yang rendah dalam parasentesis diagnostik.
Patogen : 70% batang gram negatif (E. Coli, Klebsiella), 30% kokus gram positif (S. Penumococus, golongan streptococci lainnya,Enterococcus).
Pengobatan : sefalosporin generasi III (pemberiannya berdasarkan kultur dan sensitivitas data) selama 5 hari profilaksis (apabila ada riwayat SBP, GIB, atau albumin asites < 1,0 g/dl) : norfloksasin 400 mg PO 4 x 1. • CNNA : varian dari peritonitis bakterial spontan dengan perjalanan penyakit yang serupa, juga diterapi dengan sefalosporin generasi III selama 5 hari. • NNBA : obati hanya jika simtomatik • Sekunder (abses intraabdominal atau viskus yang mengalami perforasi) Polimikroba Biasanya AFTP > 1,0 g/dl, glukosa cairan asites < 50 mg/dl, atau LDH cairan asites > 225 U/L.
Penatalaksanaan : sefalosporin generasi III + metronidazol
• Yang berhubungan dengan dialisis peritoneum
Patogen : 70% kokus gram positif, 30% batang gram negatif
Penatalaksanaan : vankomisin + gentamisin (bolus IV kemudian berikan saat dialisis peritoneum)











PENYAKIT TRAKTUS BILIARIS

KOLELITIASIS (“BATI EMPEDI”)
Epidemiologi
• > 10% orang dewasa menderita batu empedu, prevalensi  pada perempuan dan sejalan dengan penambahan usia, obesitas, dan kehamilan.

Patogenesis
• Empedu = gram empedu, fosfolipid, kolesterol,  saturasi kolesterol dalam empedu  pembentukan batu empedu.

Jenis batu empedu
• Campuran (80%) : batu multipel, kebanyakan kolesterol, dapat berkalsifikasi (15-20%).
• Kolesterol (10%) : biasanya batu tunggal, besar, tidak mengalami kalsifikasi
• Pigmen (10%) : bilirubin tak terkonjugasi (karena itu terlihat pada hemolisis kronis) dan kalsium.

Manifestasi klinis
• Anamnesis : mungkin asimtomatik (gejala pada  2% tahun) “kolik” biliaris serangan di kuadran kanan atas atau nyeri di epigastrium yang mulainya mendadak, terus-menerus, menghilang perlahan, dan berlangsung selama 30 menit hingga 3 jam. Berhubungan dengan nausea. Bisa dicetuskan oleh makanan berlemak.
• Pemeriksaan fisik : tidak demam, nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas.

Pemeriksaan diagnostik
• USG abdomen kuadran kanan atas : sensitivitas dan spesifisitas > 90-95%; dapat memperlihatkan komplikasi (kolesistitis dan kolangitis)
Penatalaksanaan
• Kolesistektomi (biasanya laparoskopi) jika simtomatik
• Terapi disolusi oral (ursodiol) pada pasien yang menolak atau yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukannya tindakan pembedahan.

Komplikasi
• Kolesistitis (30% kolik biliaris simtomatik  kolesistitis dalam 2 tahun)
• Kolangitis
• pankreatitis

KOLESISTITIS
Definisi
• Peradangan pada kandung empedu (vesika felea)

Patogenesis
• Obstruksi duktus sistikus oleh batu empedu

Manifestasi klinis
• Anamnesis : mual, muntah, demam, nyeri di abdomen kuadran kanan atas dan mid-epigastrium yang berat dan menetap.
• Pemeriksaan fisik : nyeri tekan di abdomen kuadrah kanan atas, tanda Murphy =  rasa nyeri di kuadran kanan atas pada saat inspirasi, palpasi vesika felea bisa +.
• Evaluasi laboratorium : jumlah leukosit , bilirubin dan AP  +, amilase  + (bahkan tanpa adanya pankreatitis)

Pemeriksaan diagnostik
• USG abdomen kuadran kanan atas : sensitivitas dan spesifisitas tinggi untuk batu empedu; tanda spesifik kolesistitis meliputi cairan perikolesistik, edema dinding vesika felea, dan tanda Murphy pada sonografi.
• Koleskintigrafi (HIDA-scan) : uji paling sensitif terhadap kolesistitis akut. Prosedurnya meliputi injeksi HID intravena yang berlabel radioaktif, yang secara selektif melakukan sekresi ke dalam percabangan biliaris. Pada kolesistitis akut, HIDA memasuki duktus kolekodus (CBD), tapi tidak ke vesika felea.

Penatalaksanaan
• NPO, cairan IV, antibiotik (E. Coli, Klebsiela, enterokokus, dan Enterobacter adalah kuman patogen yang sering).
• Kolesistektomi semidarurat (biasanya dalam 72 jam)
• Kolesistostomi dan drainase perkutaneus pada pasien yang keadaan umumnya sangat lemah sehingga belum bisa dilakukan tindakan pembedahan.
• ERCP atau eksplorasi duktus koledokus untuk melihat koledokolitiasis pada pasien yang ikterik atau terlihat batu di duktus koledokusnya pada USG.

Komplikasi
• Perforasi
• Empiema
• Vesika felea emfisematosa karena infeksi oleh organisme yang membentuk gas.
• Fistula kolesisenterik (ke duodenum, kolon, atau gaster) : dapat terlihat udara pada percabangan biliaris.
• Ileus batu empedu : obstruksi usus (biasanya pada ileum terminalis) karena batu dalam usus yang melewati suatu fistula.

KOLEDOKOLITIASIS
Definisi
• Batu empedu bersarang di duktus koledokus (CBD)


Epidemiologi
• Terjadi pada 15% pasien dengan batu empedu

Manifestasi klinis
• Asimtomatik (50%)
• Kolik biliaris
• Ikterik

Pemeriksaan diagnostik
• USG abdomen kuadran kanan atas : tampak dilatasi duktus (namun sensitivitas hanya 33% untuk mendeteksi batu di duktus koledokus).
• Kolangiogram (ERCP, perkutaneus atau operasif)

Penatalaksanaan
• ERCP dan papilotomi dengan ekstraksi batu

Komplikasi
• Kolangitis
• Pankreatitis
• Kolesistitis
• Striktur

KOLANGITIS
Definisi
• Obstruksi duktus koledokus (CBD)  infeksi proksimal dari lokasi obstruksi (“pus di bawah tekanan”)

Etiologi
• Batu duktus koledokus
• Striktur
• Neoplasma (biliaris atau pankreatik)
• Infiltrasi dengan parasit (cacing) (Clonorchis sinensis, Opisthorchis viverrini)

Manifestasi klinis
• Trias Charcot : Nyeri kuadran kanan atas, ikterik, demam / menggigil
• Panca Reynold : Trias Charcot + syok dan perubahan status mental

Pemeriksaan diagnostik
• USG abdomen kuadran kanan atas
• ERCP

Penatalaksanaan
• Antibiotik
• Dekompresi cabang biliaris dengan ERCP atau tindakan pembedahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar